Gresik, Ruang.co.id – Gedung Nasional Indonesia (GNI) jadi saksi bisu pertunjukan teater epik bertajuk “Kinthir: Perapian Gerwarasi dan Lautan Asap”. Acara ini merupakan bagian dari Jatim Art Forum (JAF) 2024 yang digelar pada Kamis malam (5/12/2024). Komunitas Kotaseger Indonesia berhasil mencuri perhatian lewat kritik sosial yang dibungkus dalam seni teatrikal penuh makna.
Pertunjukan dibuka dengan kehadiran Ki Afif Kalimasada, pemain utama yang tampil bersorjan dan berkalung terbang, melantunkan tembang pangkur khas seni kentrung. Suaranya menggema, diiringi tabuhan terbang yang terasa magis, mengisi setiap sudut ruangan GNI. Layar videotron di belakangnya menampilkan tulisan besar “Special Aesthetic Zone”, menyisipkan kritik tajam dengan menghapus kata “economic” dari frasa “Special Economic Zone” di pintu gerbang kawasan industri JIIPE.
Lampion-lampion Damar Kurung yang melintas di panggung menjadi simbolisasi budaya lokal yang indah, namun keindahan ini perlahan terusik oleh kedatangan roda truk besar. Roda itu mengguling masuk panggung, mengusir suasana damai dan menghadirkan sosok menyeramkan yang memekikkan tawa sumbang—seolah mengancam audiens. Adegan tersebut langsung menggambarkan realitas keras kehidupan modern di Gresik.
Ali K.H, sutradara Kinthir, menjelaskan bahwa pertunjukan ini adalah hasil dari keresahan kolaborator terhadap realita di Gresik. Ali menyoroti berbagai isu seperti ketimpangan sosial, industrialisasi yang justru mencederai masyarakat, hingga krisis ekologi.
“Ini lahir dari kegelisahan teman-teman aktor. Kita riset dulu, mulai dari fenomena urban, persoalan agraria, hingga ekologi. Semua dijahit dengan tema besar JAF 2024, yaitu Damar Kurung Explore,” ungkapnya dalam sesi diskusi usai pementasan.
Selain itu, Ali menyebutkan bahwa teater ini mengusung nilai spiritualisme, kolaborasi, dan multikultural yang menjadi arahan dari kurator seni JAF 2024.
Mahendra Cipta, kurator JAF 2024, menambahkan bahwa “Kinthir” adalah wujud respons terhadap persoalan hidup di Gresik. Ia menekankan pentingnya menjaga kekayaan budaya seperti Damar Kurung yang memiliki filosofi mendalam dan ajaran relevan bagi masyarakat modern.
“Damar Kurung menyimpan pengetahuan dan ajaran yang masih relevan untuk dijadikan pedoman hidup. Pertunjukan ini mengingatkan kita akan pentingnya kesadaran menjaga budaya,” ujar Mahendra di akhir diskusi.
Meski berlangsung hampir satu jam dengan kondisi gedung penuh sesak, antusiasme penonton tidak surut. Banyak yang rela bertahan hingga akhir pertunjukan, bahkan mengikuti sesi diskusi mendalam. “Kinthir” sukses menjadi media refleksi yang menyentuh hati masyarakat, sekaligus mengajak mereka untuk lebih peduli terhadap isu sosial dan budaya.