ruang

Analisis Pencabutan Ketetapan MPR 11/1998 dan Rehabilitasi Nama Baik Soekarno dan Soeharto

Dr. Hufron, pakar hukum tata negara dari Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Surabaya
Dr. Hufron, pakar hukum tata negara dari Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Surabaya, memandang pencabutan Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 yang mengatur pengadilan terhadap Presiden Soeharto, serta dampaknya bagi upaya rehabilitasi nama baik Soekarno dan Soeharto dalam sejarah Indonesia
Ruang redaksi
Print PDF

Surabaya, Ruang.co.id – Pencabutan Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998, khususnya Pasal 4 yang mengatur perintah pengadilan terhadap mantan Presiden Soeharto, memicu diskusi hangat terkait rehabilitasi nama baik tokoh-tokoh besar Indonesia. Perubahan ini menimbulkan berbagai pandangan mengenai pentingnya menghormati jasa Presiden Soeharto dan Soekarno, meskipun keduanya dicatat dengan pro dan kontra dalam sejarah bangsa.

Dr. Hufron, pakar hukum tata negara dari Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Surabaya, menyatakan bahwa pencabutan tersebut merupakan langkah yang tepat, mengingat konteks sejarah dan politik yang melingkupi kedua pemimpin. Menurutnya, “Karena Presiden Soeharto telah wafat, pasal yang memerintahkan pengadilan terhadapnya menjadi tidak relevan untuk diterapkan.”

Namun, Dr. Hufron menegaskan bahwa prinsip penyelenggaraan negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tetap harus dijalankan dengan tegas oleh seluruh elemen negara, termasuk pemerintah, legislatif, dan yudikatif.

Terkait Presiden Soekarno, Dr. Hufron menyoroti pemberhentiannya yang dianggap sangat politis. Soekarno diberhentikan karena ketidakmampuannya membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) di tengah tragedi G30S/PKI, serta laporan pertanggungjawabannya yang dianggap tidak memuaskan oleh MPR saat itu.

“Terlepas dari segala kelemahan dan kelebihannya, Soekarno patut dihargai atas jasanya dan sudah selayaknya diberikan pengakuan sebagai pahlawan nasional,” ujar Dr. Hufron. Ia juga menambahkan bahwa pengakuan serupa pantas diberikan kepada Presiden Soeharto, meskipun mereka tidak lepas dari kontroversi.

Sebagai catatan, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2012, upaya penghargaan terhadap para pemimpin nasional, termasuk Soekarno dan Muhammad Hatta, sudah mulai dilakukan sebagai bentuk penghormatan atas kontribusi besar mereka dalam membangun bangsa.

Baca Juga  Kakak Adik Made Satria dan Ketut Leo, Bangun Puluhan Pura Di Nusa Penida