Duda Tojo Una-Una Cari Jodoh Kaya
Di sebuah desa terpencil yang bersemayam di Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, hiduplah seorang duda bernama Amat. Amat, yang telah ditinggal istrinya selama lima tahun, merasa kesepian. Ia ingin mencari pengganti belahan hatinya, namun dengan satu syarat: ia harus kaya.
Amat bukanlah pria sembarangan. Di usianya yang telah menginjak kepala empat, ia memiliki pekerjaan tetap sebagai buruh tani. Meskipun penghasilannya tidak seberapa, ia memiliki tabungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Namun, menurut Amat, kekayaan materi sangatlah penting dalam berumah tangga.
“Aku sudah pernah merasakan hidup susah dulu,” kata Amat saat diwawancarai oleh seorang jurnalis. “Aku tidak mau lagi merasakan itu. Aku ingin istriku nanti bisa memberikan kehidupan yang layak untukku dan anak-anakku.”
Anak-anak Amat, yang masih bersekolah, menjadi alasan utama mengapa ia ingin mencari jodoh yang kaya. Ia ingin memberikan pendidikan terbaik untuk mereka dan memastikan masa depan mereka terjamin.
“Aku tidak tega melihat anak-anakku hidup susah,” ujar Amat dengan mata berkaca-kaca. “Aku ingin mereka punya kehidupan yang lebih baik dariku.”
Pencarian jodoh Amat tidaklah mudah. Ia telah mencoba berbagai cara, termasuk mendaftar di situs kencan online dan berkonsultasi dengan mak comblang. Namun, belum ada satu pun wanita yang memenuhi kriterianya.
“Kebanyakan wanita yang kutemui hanya menginginkan harta benda,” kata Amat. “Mereka tidak peduli dengan hatiku.”
Kekecewaan Amat semakin menjadi-jadi ketika ia mendengar kabar bahwa mantan istrinya telah menikah dengan seorang pengusaha kaya. Hal ini membuat Amat merasa rendah diri dan tidak pantas mendapatkan kebahagiaan.
“Aku merasa gagal,” bisik Amat. “Aku tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk istriku dulu, dan sekarang sepertinya aku tidak bisa memberikan kebahagiaan untuk diriku sendiri.”
Namun, di tengah keputusasaannya, Amat masih memiliki secercah harapan. Ia percaya bahwa suatu saat nanti ia akan menemukan wanita yang memahami keinginannya dan bersedia menjadi pendamping hidupnya.
“Aku tidak akan menyerah,” kata Amat. “Aku akan terus mencari sampai aku menemukan jodohku yang kaya.”
Perjalanan pencarian jodoh Amat mengundang banyak komentar dari masyarakat sekitar. Ada yang mendukung keputusannya, namun ada juga yang mencemoohnya.
“Kamu itu terlalu matre!” kata seorang tetangga dengan nada sinis. “Harusnya kamu cari istri yang baik hati dan penyayang.”
“Tapi aku punya hak untuk menentukan kriteriaku sendiri,” balas Amat dengan tegas. “Aku tidak mau hidup dalam kemiskinan lagi.”
Keputusan Amat untuk mencari jodoh kaya juga menjadi perbincangan di media sosial. Banyak netizen yang mengecam sikapnya yang materialistis.
“Cari istri itu yang baik hati, bukan yang punya banyak harta,” tulis seorang netizen di kolom komentar sebuah postingan tentang Amat.
Namun, ada juga yang berempati dan mendukung pilihan Amat.
“Setiap orang punya kriteria masing-masing dalam mencari jodoh,” kata seorang netizen lain. “Selama tidak merugikan orang lain, ya silakan saja.”
Pencarian jodoh Amat masih terus berlanjut. Ia berharap suatu saat nanti ia akan menemukan wanita yang kaya raya dan bersedia menjadi istrinya. Namun, ia menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya ditentukan oleh harta benda, tetapi juga oleh cinta, kasih sayang, dan kebersamaan.
“Aku tidak akan membiarkan materi menguasai hidupku,” kata Amat. “Aku akan tetap mencari jodoh yang kaya hati dan kaya cinta.”