Ruang.co.id – Kejadian viral yang belakangan muncul terkait Wakil Wali (Wawali) Kota Surabaya Armuji melakukan pembelaan terhadap karyawan perusahaan yang ijazahnya ditahan sebagai jaminan perusahaan di Surabaya, dan oleh pihak perusahaan balik melawan dengan melaporkan Wawali Kota Armuji ke Polda Jatim, masih menjadi perdebatan kontroversi di banyak kalangan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jatim Eddy Widjanarko menyayangkan masih adanya perusahaan yang melakukan penahanan ijazah karyawannya. Eddy mengatakan, mengacu pada UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 maupun UU Cipta Kerja memang tidak spesifik mengatur tentang perusahaan yang menahan Ijazah pekerjanya, namun semestinya pekerja atau karyawan yang dibutuhkan dalam sebuah perusahaan berdasarkan skill (kemampuan) dari pekerjaannya, bukan harus menahan ijazahnya yang dinilainya sebuah tindakan yang kurang baik.
“Saya kira sebetulnya hubungan (kerja) antara pimpinan dengan karyawan menahan itu saya kira tidak boleh ya, bagaimanapun juga ini punya hak masing – masing dan pekerja itu tentu adalah bekerja berdasarkan skill (bidang yang dibutuhkan perusahaan) yang ada, tidak sampai ada sesuatu hal yang harus ditahan, sehingga menjadi suatu tindakan yang menurut saya kurang baik,” ujar Eddy kepada pers usai melantik Ketua dan Pengurus Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) APINDO Sidoarjo, di Heritage of Handayani kawasan Kahuripan Sidoarjo, Rabu (16/4).
“Saya kira penahanan Ijazah (pekerjanya) itu tidak pernah terjadi kalau di industri. Tidak pernah terjadi itu biasanya berdasarkan kapasitas pengalaman kerja selesai di interview. Tentu ini yang saya tahu ya, yang lain dari pada itu saya tidak tahu. Mudah – mudahan jangan sampai terjadi (penahanan Ijazah),” imbuhnya.
Berbeda sudut pandang dengan APINDO Jatim, Achmad Shodiq, Advokat yang juga tokoh konsultan hukum manajemen dan SDM perusahaan Jatim, yang berpandangan membolehkan perusahaan menahan Ijazah tenaga kerjanya.
Meski demikian, Shodiq sapaan akrabnya, lebih jauh berpendapat memang secara spesifik dalam UU Ketenagakerjaan maupun UU Cipta Kerja mengatur pelarangan atas perusahaan yang menahan Ijazah pekerjanya sebagai jaminan bagi perusahaan. Namun menurut Shodiq, penahanan ijazah dapat dilakukan jika ada kesepakatan antara perusahaan dan karyawan melalui perjanjian kerja yang memenuhi syarat perjanjian sah, menurut Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata.
“Di UU tenaga kerja atau Cipta Kerja mengatur Pengusaha itu dilarang untuk melakukan penyitaan atau meminta jaminan setiap Ijazah kepada setiap pekerjanya. Karena saya selaku praktisi hukum melihatnya pada sisi kedua belah pihak tentang harmonisasi berusaha (pengusaha) dan bekerja (pekerja), bagaimana dapat terbentuk situasi dan sistem keamanan serta kenyamanannya,” ujar Shodik, advokat dari Palenggahan Hukum Nusantara (PHN).
Meski dibolehkan, namun menurutnya bukan berarti para pengusaha atau pemilik perusahaan dibolehkan menahan Ijazah tenaga kerjanya pada semua bagian atau bidang pekerjaan yang dibutuhkan. Melainkan itu dilakukan pada spesifik bidang pekerjaan tertentu, yang semestinya pengusaha atau pemilik perusahaan meminta Ijazah sebagai jaminan itu diberlakukan kepada level staf dan top manajemen yang terkait urusan akunting, finance, marketing produk, atau bagian penagihan perusahaan, yang dapat beresiko tinggi atas keamanan dan kenyamanan perusahaan.
“Ijazah sekolah itu kan sebagai jaminan yang paling simpel dan mudah bagi perusahaan dan buat pekerja. Karena sampai sekarang Ijazah itu menjadi syarat utama seseorang melamar kerja, meskipun ada perusahaan meminta jaminan yang lainnya tergantung pada kesepakatan dan perjanjian kerjanya. Demi harmonisasi kedua belah pihak, pengusaha boleh meminta Ijazah pekerjanya sebagai jaminan sesuai dengan masa kerja yang diatur dalam perjanjian kerjanya. Tapi minta jaminan itu mestinya diberlakukan pada bidang tertentu dan spesifik bidang kerjanya di level top manajemen, terutama yang berurusan dengan keuangan perusahaan. Bukan meminta jaminan Ijazah pada karyawan atau buruh pabrik di bidang produksi maupun bagian scurity, yang pekerjaannya datang dan melakukan kemampuan produksi. Ya perusahaan harus fair dong, atas risiko keamanan dan kenyamanan bagi perusahaan,” ujarnya lebih jauh.
“Kalau urusan keuangan perusahaan, sesuai dengan perjanjian hukum bisnis untuk memprotek perusahaannya boleh meminta jaminan Ijazah. Agar dengan pertimbangan secara moralitas pekerjanya berfikir berulang kali kalau mau melakukan kejahatan melarikan uang perusahaan, ngakali inkam persusahaan untuk diselewengkan, dan kejahatan lain sejenisnya,” tambah Shodiq, yang juga Ketua Dewan Pendiri Persaudaraan Profesi Pengacara Indonesia (P3I).
Ia bahkan menyayangkan pendapat dan sikap Ketua APINDO Jatim yang semestinya sebagai pengurus asosiasi pengusaha melakukan pembelaan yang tepat dan jelas terhadap pengusaha atas persoalan penahanan Ijazah sebagai jaminan perusahaan.
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan antara pengusaha dan pekerjanya perlu ada kesepakatan antara perusahaan dan karyawan mengenai penahanan ijazah. Penahanan sebagai jaminan itu harus tercantum dalam perjanjian kerja dan memenuhi syarat perjanjian sah. Dalam perjanjian tersebut, perusahaan wajib mengembalikan ijazah saat masa kontrak berakhir dan tanpa memungut biaya apapun terhadap pekerjanya dari Ijazah yang dikembalikan.
Jika perusahaan tidak mengembalikan Ijazah setelah kontrak berakhir, perusahaan dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 374 KUHP dengan ancaman kurungan maksimal 5 tahun.