Ruang.co.id – Di dunia yang dipenuhi suara bising, karya Gustavo Santaolalla justru berbicara melalui kesunyian. Setiap petikan gitarnya di soundtrack The Last of Us bukan sekadar pengiring adegan, melainkan napas yang menghidupkan perjalanan Joel dan Ellie. Pria asal Argentina ini telah menciptakan bahasa musik universal yang bisa membuat penonton menitikkan air mata hanya dengan dua nada.
Awal Mula yang Tak Terduga: Dari Penjara ke Panggung Dunia
El Palomar, Argentina tahun 1951 mungkin tak pernah menyangka akan melahirkan seorang jenius musik. Gustavo kecil mendapat gitar pertamanya dari sang nenek, alat musik yang kelak menjadi senjatanya menghadapi dunia. Di era 1960-an, ketika The Beatles mengguncang dunia, remaja berambut panjang ini dianggap ancaman oleh pemerintah Argentina. Tak sekali dua kali ia harus berurusan dengan aparat hanya karena penampilannya yang dianggap “pemberontak”.
Masa-masa kelam justru membentuk karakter musiknya. Saat banyak musisi lain memilih komersial, Gustavo malah menyelami tradisi musik rakyat Argentina. Kolaborasinya dengan León Gieco membawanya keluar dari kegelapan, menyusun nada-nada yang kemudian menjadi ciri khasnya: sederhana, dalam, dan menyentuh jiwa.
Revolusi Soundtrack Film: Ketika Minimalisme Bertemu Emosi
Tahun 2005 menjadi titik balik ketika Gustavo Santaolalla memenangkan Oscar untuk soundtrack Brokeback Mountain. Dunia film Hollywood terkesima dengan pendekatannya yang tak biasa. Daripada orkestra megah, ia memilih ronroco—gitar kecil khas Andes—untuk menciptakan melodi yang menggugah.
Kemampuannya menangkap esensi cerita melalui musik akhirnya membawanya ke The Last of Us. Neil Druckmann dari Naughty Dog sengaja mencari suara yang berbeda untuk game besutannya, dan Gustavo memberikannya lebih dari yang diharapkan. Setiap petikan gitarnya seolah bercerita tentang kehilangan, harapan, dan ketahanan manusia—tema utama game tersebut.
Kembalinya Sang Maestro di Adaptasi HBO
Ketika The Last of Us diadaptasi HBO, semua orang bertanya-tanya: akankah musik ikonik Gustavo Santaolalla tetap dipertahankan? Tidak hanya dipertahankan, HBO bahkan memberinya kehormatan khusus dengan cameo di musim kedua. Adegan dimana ia memainkan gitar di sebuah settlement menjadi penghargaan tersendiri bagi sang komposer.
Yang menarik, pendekatan Gustavo dalam menciptakan musik untuk serial ini berbeda dengan versi game. Jika di game ia banyak menggunakan teknik looping dan efek digital, untuk versi live-action ia justru kembali ke akar—merekam semua instrumentasi secara live untuk menangkap emosi yang lebih organik.
Warisan Abadi Seorang Visioner
Kini di usianya yang ke-73, Gustavo Santaolalla tetap produktif berkarya. Dari Narcos hingga The Last of Us Part II, setiap proyeknya selalu meninggalkan jejak khusus. Gaya musiknya yang minimalis namun penuh makna telah menginspirasi generasi baru komposer.
Yang membuatnya istimewa adalah kemampuannya mentransformasikan pengalaman hidupnya yang penuh gejolak menjadi seni yang universal. Mulai dari masa kecil di Argentina, pengalaman dipenjara, hingga kesuksesan di Hollywood—semuanya tercermin dalam setiap komposisinya.