Kadin Angkat Bicara Soal Wacana Penghapusan Batasan Usia Kerja, Ini Risiko yang Tak Banyak Orang Lihat!

penghapusan batasan usia kerja
Kadin ungkap dampak tersembunyi wacana penghapusan batasan usia kerja. Foto:@Freepik.com
Mascim
Mascim
Print PDF

Ruang.co.id – Dunia ketenagakerjaan Indonesia kembali memanas dengan wacana penghapusan batasan usia pelamar kerja. Namun, tanggapan dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia justru menuai perhatian serius. Wakil Ketua Umum Kadin, Sarman Simanjorang, secara tegas menyatakan bahwa isu ini bukan sekadar persoalan angka usia, melainkan kualitas sumber daya manusia yang belum merata di berbagai sektor industri.

Pernyataan ini muncul di tengah gencarnya dorongan untuk membuat kebijakan ketenagakerjaan yang lebih inklusif. Namun menurut Kadin, langkah tersebut bisa menjadi bumerang jika tidak diimbangi dengan peningkatan kompetensi tenaga kerja. Data terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa 56% lowongan kerja di kuartal pertama 2025 mensyaratkan keahlian spesifik yang justru kurang dimiliki pencari kerja usia matang.

Mengapa Batasan Usia Bukan Musuh Utama Pencari Kerja?

Sarman Simanjorang membeberkan analisis mendalam tentang akar masalah sebenarnya di balik polemik batasan usia kerja. Menurutnya, industri saat ini lebih membutuhkan tenaga kerja terampil dengan kemampuan adaptasi tinggi dibandingkan sekadar mempertimbangkan faktor biologis.

Fenomena mismatch keterampilan menjadi bukti nyata. Survei Kadin pada Februari 2025 mengungkap bahwa 7 dari 10 perusahaan kesulitan menemukan kandidat yang memenuhi kriteria teknis, terlepas dari usia pelamar. “Masalah utama bukan pada usia 40 tahun yang melamar kerja, tapi pada kesiapan skill mereka menghadapi transformasi digital,” tegas Sarman dalam diskusi terbatas dengan awak media.

Dampak Sistemik yang Sering Terlewatkan

Para ahli ketenagakerjaan mulai memetakan potensi efek domino dari kebijakan ini. Dr. Amelia Wijaya dari Pusat Studi Ketenagakerjaan UI memprediksi adanya penurunan produktivitas rata-rata jika penghapusan batasan usia tidak diiringi mekanisme penyaringan kompetensi yang ketat.

Sektor riil pun mulai menyuarakan kekhawatiran. Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mencatat bahwa 82% usaha rintisan digital lebih memprioritaskan kemampuan analisis data dan penguasaan AI dasar dibandingkan pertimbangan demografis. “Kami tidak menolak kandidat usia 50 tahun asal bisa membuktikan penguasaan tools digital terkini,” jelas Ketua idEA dalam forum terpisah.

Solusi Holistik yang Ditawarkan Kadin

Merespons kompleksitas masalah ini, Kadin mengusulkan pendekatan tiga pilar yang lebih komprehensif. Pertama, revitalisasi pendidikan vokasi melalui penyelarasan kurikulum dengan kebutuhan industri 4.0. Kedua, penguatan ekosistem sertifikasi kompetensi yang diakui seluruh pemangku kepentingan. Ketiga, insentif fiskal bagi perusahaan yang berinvestasi dalam program reskilling karyawan.

Praktisi SDM ternama, Rina Marlina, menambahkan bahwa corporate apprenticeship perlu menjadi gerakan nasional. “Model magang bersertifikat selama 6-12 bulan lebih efektif daripada sekadar menghilangkan batasan usia,” ujarnya merujuk pada kesuksesan program serupa di Jerman.