Kasus Pencemaran Nama Baik di TikTok Kepala MI Mojokerto Terancam Dilaporkan ke Siber Polda Jatim Akibat Komentar Kontroversial

Kepala MI Mojokerto Dilaporkan ke Polda Jatim
Konferensi Pers (Konpers) RM bersama Tim Kuasa Hukumnya (Nurkholis baju putih, Hadi Subeno, dan Aji berpeci hitam),melakukan perlawanan hukum atas tuduhan pencemaran nama baik terhadap Hadi Purwanto
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Mojokerto, Ruang.co.id – Seorang Kepala Madrasah Ibtida’iyah (MI) di Kota Mojokerto terancam dilaporkan ke Siber Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur akibat komentar yang dianggap sebagai pencemaran nama baik dan ujaran kebencian di platform TikTok. Kasus ini mencuat setelah Hadi Purwanto, seorang funder Barracuda Indonesia, merasa nama baiknya dicemarkan melalui kolom komentar di akun TikTok miliknya, @Pemdestampungrejo.

Insiden ini terjadi pada Kamis pagi, 20 Februari 2025, ketika RM, sang Kepala MI, menuliskan komentar yang dianggap menyinggung. Dalam komentarnya, RM menulis, “Jangan terhasut. Kalo ini orang LSM. Brarti LSM yg Lembaga suka Menghasut.” Komentar tersebut dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sehingga Hadi Purwanto merasa perlu mengambil tindakan hukum.

Pada Jumat pagi (21/2), Hadi Purwanto mendatangi sekolah tempat RM bekerja untuk menyampaikan keberatannya. “Saya datang ke sekolah ini untuk memberitahukan kepada kepala sekolah bahwa komentarnya di TikTok telah melukai nama baik saya dan termasuk dalam kategori ujaran kebencian,” ujar Hadi Purwanto. Ia juga mengancam akan melaporkan RM ke Siber Polda Jatim jika tidak meminta maaf secara publik sebelum Senin, 24 Februari.

Meskipun komentar tersebut telah dihapus oleh RM pada sore harinya, Hadi Purwanto mengaku telah mengambil tangkapan layar (screenshot) sebagai bukti. “Saya sudah menyimpan buktinya. Jika tidak ada permintaan maaf, saya akan melaporkannya ke Siber Polda Jatim,” tegasnya.

Namun, kedatangan Hadi Purwanto ke sekolah tersebut tidak berjalan mulus. RM, melalui tim kuasa hukumnya yang terdiri dari Nurkholis, Hadi Subeno, dan Aji, memberikan perlawanan. Nurkholis menyatakan bahwa jika komentar kliennya dianggap sebagai ujaran kebencian, maka pihaknya siap menghadapi proses hukum. “Silakan laporkan ke pihak berwajib jika memang ada pelanggaran,” ujarnya.

Baca Juga  H-1 Penutupan! Segera Daftar Beasiswa LPDP 2025 Sebelum Terlambat

Hadi Subeno menambahkan, “Kami belum akan meminta maaf. Jika klien kami tidak terbukti melanggar UU ITE, kami akan mengambil langkah hukum balik terhadap Hadi Purwanto.”

Kasus ini mengingatkan pentingnya pemahaman terhadap UU ITE, yang mengatur tentang pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. Berikut adalah beberapa pasal yang relevan:

  1. Pasal 27 Ayat (3) UU ITE: Mengatur tentang pencemaran nama baik. Pelaku dapat dihukum penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda hingga Rp 750 juta.
  2. Pasal 45 UU ITE: Jika pencemaran nama baik menyebabkan kerugian, hukuman bisa meningkat hingga 6 tahun penjara dan/atau denda Rp 1 miliar.
  3. Pasal 28 Ayat (2) UU ITE: Mengatur tentang ujaran kebencian. Pelaku dapat dihukum penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda Rp 750 juta.
  4. Pasal 45A UU ITE: Jika ujaran kebencian menyebabkan kerugian, hukuman bisa mencapai 6 tahun penjara dan/atau denda Rp 1 miliar.

UU ITE bertujuan untuk melindungi hak dan kepentingan individu, masyarakat, dan negara dari dampak negatif penggunaan teknologi informasi. Selain itu, UU ini juga mendorong pengembangan ekonomi digital dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap transaksi elektronik.

Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pengguna media sosial untuk lebih berhati-hati dalam berkomentar atau berbagi informasi. Rekam jejak digital, meskipun telah dihapus, dapat tetap tersimpan dan digunakan sebagai bukti hukum. Oleh karena itu, penting untuk selalu mempertimbangkan dampak dari setiap unggahan atau komentar yang dibuat di platform digital.