Sidoarjo, Ruang.co.id ā Ketegangan politik melanda Kabupaten Sidoarjo setelah DPRD secara resmi menolak Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Tahun Anggaran 2024. Ini pertama kalinya terjadi dalam dua dekade terakhir, mengguncang ranah politik lokal.
āIni bukan soal politik, ini soal akuntabilitas dan fungsi DPRD,ā tegas Abdillah Nasih, Ketua DPRD Sidoarjo, Kamis (7/8/2025), dalam wawancara pers.
Penolakan ini menimbulkan potensi diberlakukannya Peraturan Kepala Daerah (Perkada), menggantikan Perda dalam menjalankan anggaran pembangunan.
Hari itu, Nasih menerima dua kelompok massa: @WAS (Aliansi Warga Sidoarjo) dan Non Blok, yang menyuarakan kekhawatiran akan dampak politik ini pada masyarakat. Kedua kelompok menolak dituding berpihak pada DPRD maupun eksekutif.
āApa yang terjadi kemarin di Paripurna adalah bagian dari fungsi pengawasan terhadap eksekutif,ā jawab Nasih kepada massa.
Thole, perwakilan @WAS, mengingatkan, āKami berharap DPRD dan pemerintah menjunjung tinggi aturan, komunikasi publik, dan etika bernegara, jangan sampai rakyat kembali jadi korban pertarungan kekuasaan elit seperti tahun 1999ā.
Sementara Luddy pendekar aktivis kelompok Non Blok, menyitir puisi satir KH. Mustofa Bisri (Gus Mus): āKau ini bagaimana? Kau suruh aku memilih kamu, sekarang sudah kupilih kau berbuat semaumuā.
Ia melanjutkan dengan nada sarkastik, āKalau ini berlanjut sampai pembahasan APBD, mbok rasane koyok Tjitibeh, mati siji mati kabeh. Maksudku, nek mati, sampeyan ae sing mati, awak dewe ojok.ā
Penolakan LKPJ disebut DPRD berdasarkan temuan Badan Anggaran atas deviasi belanja dan capaian pembangunan.
Proyek fisik mangkrak, serapan anggaran rendah, dan program prioritas terlambat.
Di lapangan, dampaknya terasa, jalan rusak, bantuan UMKM tertahan, dan program stunting tak berjalan.
āKami ingin tahu bagaimana DPRD bisa menjamin pelayanan publik nantinya tidak sampai terganggu,ā kata Badrus Zaman, aktivis 98 sekaligus Ketua Nelayan Sidoarjo.
Dr. Ubaidillah, akademisi dari Umsida, dari kelompok Non Blok menilai, āKalau produk Perkada ya tidak bisa maksimal. Kalau bicara rugi, ya semua rugi. Pemkab rugi, dewan ikut rugi, warga juga rugiā.
Menurutnya, ini bukan tentang siapa yang paling benar, tapi siapa yang mau mendengar suara rakyat.
Ia mengingatkan, āKetika dua gajah bertarung, jangan sampai rumput yang tumbuh di bawahnya mati terinjakā.
Meski begitu, Abdillah Nasih meyakinkan publik, bahwa penerapan Perkada tidak serta-merta merugikan rakyat. DPRD masih dapat melakukan pengawasan, bahkan lebih intensif jika terjadi pelanggaran.
āKalau DPRD menerima LKPJ, maka muncul Perda. Kalau kita menolak LKPJ muncullah Perkada. Tapi kalau menghendaki tanpa hak penolakan dewan supaya tidak ada Perkada, ya hapuslah undang-undangnya dulu,ā ujar Nasih.
Dasar penolakan DPRD ini merujuk pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 13 Tahun 2019, dan Tata Tertib DPRD yang memberi kewenangan memberikan rekomendasi positif atau negatif terhadap LKPJ.
Wahyu Lumaksono, Wakil Ketua Fraksi Golkar, yang mendampingi Nasih dalam audiensi kedua kelompok pengunjuk rasa itu mengatakan, soal penolakan LKPJ Bupati kapan lalu, sudah dipikirkan oleh parlemen dan mempertaruhkan nama parpolnya masing ā masing dihadapan rakyat.
āKami nggak mungkin dalam memutuskan penolakan itu. Ya tentu kami bertanggung jawab atas putusan itu, dan tetap berusaha bagaimana DPRD mengawal agar proses PAK nantinya bis tetap berjalan,ā tandas Wahyu.
LKPJ Ditolak, Perkada Bergerak, Dana Rakyat Tersendat
Pemkab tetap menyusun anggaran tahun depan, tapi harus mempertimbangkan rekomendasi DPRD. Kritik DPRD bisa menjadi bahan evaluasi gubernur, bahkan Kementerian Dalam Negeri.
Namun, Pemkab tak bisa lagi mengusulkan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) melalui Perda.
Satu-satunya jalan adalah Perkada, tanpa persetujuan DPRD. Mekanisme ini berisiko memperlambat serapan anggaran.
Karena proses revisi dan relokasi jadi lebih rumit, serta pengadaan barang dan jasa rawan tertunda.
Meski begitu, Ketua DPRD Abdillah Nasih menekankan, bahwa solusi tetap ada. DPRD mengusulkan Forum Mediasi Pembangunan Daerah, yang melibatkan kampus, tokoh agama, LSM, dan lembaga pengawas seperti BPK dan KPK. Forum ini akan menjembatani komunikasi antara legislatif dan eksekutif.
āSehingga ketika tidak terjadi persetujuan kemudian menjadi PAK, maka Perkada itu bisa dijadikan dasar untuk melaksanakan PAK,ā ujar Nasih.
Etika Politik dan Masa Depan Pembangunan
Ubaidillah menyoroti penolakan LKPJ ini bukan semata-mata prosedural, melainkan mencerminkan krisis kepercayaan antara eksekutif dan legislatif. Perkada memang sah, tapi tidak cukup adaptif menghadapi kebutuhan baru.
Menurutnya, pembangunan bisa stagnan, layanan publik terganggu, dan daya serap anggaran rendah.
Badrus Zaman menambahkan, meski fungsi kontrol DPRD sah, risiko politiknya jelas: legitimasi melemah, pembangunan terhambat, dan aspirasi rakyat tak bisa dieksekusi karena tak masuk skema Perkada.
Kelompok Non Blok menyimpulkan, āPerkada bukan solusi idealā. Jalan keluar satu-satunya adalah rekonsiliasi politik, kembali ke meja dialog untuk menyepakati Perda PAK, demi pembangunan yang berkelanjutan dan berpihak pada rakyat.
Hariadi, yang juga pendekar aktivis kelompok Non Blok khawatir, penolakan LKPJ Bupati kemarin telah memantik Aparat Penegak Hukum (APH), bisa Jaksa, Polisi, atau KPK, untuk bergerak meringsek menindaklanjuti atas temuan materi dugaan ā dugaan parlemen atas kebocoran anggaran 2024.
āBila tidak, maka Sidoarjo bisa jatuh dalam jebakan demokrasi prosedural, yang seolah sah di atas kertas, tapi gagal menghadirkan perubahan di akar rumput,ā tutup Badrus.

