Ruang.co.id – Jaringan Kyai Santri Nasional (JKSN) secara resmi mengajak seluruh umat Islam untuk bersama-sama mendoakan para korban musibah pilu di Sidoarjo. Ajakan ini diwujudkan dalam bentuk salat gaib nasional yang digelar serentak di seluruh pondok pesantren. Inisiatif ini merupakan respons atas musibah runtuhnya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, yang terjadi pada Senin, 29 September 2025 pukul 15.30 WIB. Peristiwa ini telah menyentuh hati seluruh komunitas santri di Indonesia.
Ketua Umum JKSN, KH Asep Saifuddin Chalim, secara khusus menyampaikan seruan ini sebagai bentuk belasungkawa yang mendalam. Aksi doa bersama ini dirancang untuk menyatukan hati seluruh elemen pesantren. KH Asep Saifuddin Chalim menegaskan, “JKSN mengimbau kepada seluruh pesantren se-Indonesia untuk mengadakan salat gaib dan tahlil secara serentak dari pondok pesantren masing-masing untuk korban yang meninggal dunia, setelah salat Jumat, 3 Oktober 2025.” Pernyataan resmi ini disampaikannya dari Surabaya pada Kamis (2/10/2025) malam, menandai dimulainya gerakan doa nasional.
Seruan ini tidak hanya tertuju untuk mereka yang telah wafat. Dalam pesannya yang penuh hikmah, KH Asep juga meminta doa tulus untuk kesembuhan para santri yang selamat dari musibah pesantren Sidoarjo tersebut. Dia mengajak segenap umat Islam untuk menerima takdir ini dengan ketabahan dan keikhlasan. Ajakan tolong-menolong dalam doa ini merefleksikan kekuatan spiritual di kala ujian datang menerpa.
Di tengah kesedihan yang mendalam, KH Asep menghibur dengan merujuk pada kearifan kitab klasik. Sang pengasuh Pondok Pesantren Ammanatul Ummah ini mengutip hikmah dari Kitab Hikam untuk memberikan perspektif spiritual. āSebagaimana hikmah dalam Kitab Hikam: Sawabiqul himam la takhriqu aswaaral aqdar, sekuat apapun usaha tidak bisa menembus batas takdir Allah SWT,ā ujarnya. Kutipan ini menjadi penyejuk hati, mengingatkan bahwa di balik kekuatan manusia, ada kuasa Ilahi yang Maha Menentukan.
Lebih dari sekadar hiburan, terdapat penegasan akan kemuliaan para korban. KH Asep menyatakan dengan yakin bahwa para santri yang wafat dalam peristiwa tersebut tergolong syahid. Status mulia ini disandang karena mereka wafat dalam keadaan yang sangat mulia. Korban syahid pesantren ini sedang menuntut ilmu dan tengah menjalankan salat berjamaah saat musibah terjadi, sebuah kondisi yang sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW. Penegasan ini memberikan penghiburan yang mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan.
Di balik lautan doa dan dukacita, JKSN tidak lupa untuk mengambil pelajaran berharga. Organisasi ini secara proaktif mendorong seluruh pondok pesantren di Indonesia untuk melakukan evaluasi menyeluruh. Aspek keselamatan bangunan pesantren dan kelayakan sarana prasarana harus menjadi perhatian utama ke depannya. Langkah pencegahan ini diharapkan dapat meminimalisir risiko terulangnya musibah serupa di masa depan.
Komitmen nyata tidak berhenti di sana. Sebagai bentuk tanggung jawab sosial, JKSN juga bertekad untuk menyalurkan santunan bagi para korban dan keluarga yang ditinggalkan. Penyaluran bantuan yang tepat sasaran ini akan segera direalisasikan setelah data final seluruh korban berhasil dikumpulkan dan diverifikasi. Langkah konkret ini menunjukkan bahwa solidaritas tidak hanya diwujudkan dalam doa, tetapi juga dalam aksi nyata yang meringankan beban sesama. Inisiatif ini memperkuat fungsi JKSN sebagai payung bagi pesantren di Indonesia.

