Blegur Prijanggono Buka Suara Soal Aturan Sound Horeg di Jatim

Aturan sound horeg Jatim 2025
Wakil Ketua DPRD Jatim Blegur Prijanggono menjelaskan aturan sound system di kantornya, Surabaya. Foto: Istimewa
Ruang Gentur
Ruang Gentur
Print PDF

Ruang.co.id – Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan Gubernur bersama Forkopimda Jawa Timur sebenarnya hanya untuk membatasi pengginaannya bukan melarang langsung. Pernyataan ini disampaikan wakil ketua DPRD Jawa Timur, Blegur Prijanggono saat dijumpai di kantornya, senin (11/8).

Menurut politikus partai Golkar tersebut, SE Bersama Nomor 300.1/6902/209.5/2025, Nomor SE/1/VIII/2025, dan Nomor SE/10/VIII/2025 tanggal 6 Agustus 2025 tentang tentang penggunaan sound system atau pengeras suara di wilayah Jawa Timur. Sebenarnya adalah aturan atU pedoman bersama penggunaan pengeras suara.

“Kita tahu, masyarakat juga perlu menggunakan sound untuk memeriahkan sebuah acara. Terlebih menjelang HUT RI seperti saat ini. Hanya saja penggunaannya perlu dibatasi karena faktor kenyamanan dan kesehatan di masyarakat. Sehingga diatur suaranya agar tidak terlalu keras dan membuat kebisingan yang terlalu ekstrem,” jelas Blegur.

Menurut Legislator dari Dapil Surabaya tersebut, jika sound dengan volume suara skala besar dipakai di area terbuka seperti lapangan. Tentunya tidak jadi masalah. Namun kslau dipakai di daerah pemukiman dan menimbulkan kerusakan serta mengganggu kesehatan karena merusak genfang telinga atau mengganggu orang istirahat. Tentu hal itu yang dilarang.

“Saya kira penggimaan sound system itu hanya harus dilakukan denrgan bijak dan tidak berlebihan, tentu tidak masalah,” tandas Blegur.

Karena itu, Blegur juga mendukung surat edaran tenyang sound horeg yang pada intinya mengatur penggunaan sound system di masyarakat Jawa Timur.

Sementara itu, usai mengikuti rapat Paripurna DPRD, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menyampaikan aturan yang ada dalam SE bersama tersebut.

SE tersebut mengatur batas tingkat kebisingan pengeras suara. Terdapat perbedaan tingkat kebisingan antara pengeras suara statis dan yang bergerak.

“Untuk yang statis, misalnya pada kegiatan kenegaraan, pertunjukan musik, seni budaya pada ruang terbuka dan tertutup, dibatasi maksimal intensitas suara yang dihasilkan adalah 120 disabhel atau dBA,” tandas Khofifah.

Baca Juga  Notaris Soesilowati Klarifikasi Berita Merugikan Tanpa Konfirmasi, Potensi Dapat Digugat Hukum

Sedangkan untuk penggunaan sound system dalam karnaval, unjuk rasa, penyampaian pendapat di muka umum secara non statis atau berpindah-pindah tempat, maka dibatasi maksimal 85 dBA. Dan SE itu sudah sesuai dengan aturan badan kesehatan dunia ( WHO )