Kenapa Orang Bisa Takut Bahagia? Fakta Cherophobia yang Perlu Kamu Tahu

Cherophobia
Ilustrasi (pexels)
Ruang Ilham
Ruang Ilham
Print PDF

Surabaya, Ruang.co.id – Kebahagiaan biasanya menjadi tujuan hidup banyak orang, tetapi pernahkah kamu mendengar tentang seseorang yang justru takut untuk bahagia? Fenomena ini dikenal sebagai cherophobia, sebuah kondisi di mana seseorang mengalami ketakutan atau kecemasan berlebihan terhadap kebahagiaan.

Istilah cherophobia berasal dari bahasa Yunani, di mana “chero” berarti sukacita, dan “phobia” berarti ketakutan. Jadi secara harfiah, cherophobia adalah ketakutan akan sukacita atau kebahagiaan. Kondisi ini bukan sekadar perasaan murung atau keengganan sesaat, melainkan respons emosional yang mendalam dan konsisten terhadap hal-hal yang biasanya membawa kebahagiaan.

Mengapa Orang Bisa Mengalami Cherophobia?

Cherophobia sering kali berakar pada pengalaman masa lalu, pola pikir tertentu, atau bahkan pengaruh lingkungan sosial.

Ketakutan akan kebahagiaan, atau cherophobia, sering kali berakar pada pengalaman masa lalu yang menyakitkan. Seseorang yang pernah mengalami kehilangan mendalam, kekecewaan besar, atau situasi traumatis setelah merasakan kebahagiaan cenderung mengaitkan kedua emosi tersebut. Kebahagiaan yang dulunya dirasakan sebagai sesuatu yang indah, kini menjadi pertanda akan datangnya kesedihan.

Selain itu, perubahan yang seringkali menyertai kebahagiaan, seperti mengambil risiko atau keluar dari zona nyaman, dapat memicu kecemasan. Bagi mereka yang telah terbiasa dengan stabilitas, meskipun itu dalam keadaan yang tidak ideal, perubahan dapat terasa sangat menakutkan.

Selain itu, faktor psikologis dan sosial juga turut berperan dalam memicu cherophobia. Rasa bersalah sering kali menjadi penghalang bagi seseorang untuk merasakan kebahagiaan sepenuhnya. Mereka mungkin merasa tidak layak untuk bahagia ketika melihat orang lain menderita atau mengalami kesulitan.

Selain itu, pengaruh budaya dan lingkungan sosial juga tidak dapat diabaikan. Dalam beberapa masyarakat, mengekspresikan kebahagiaan secara berlebihan dianggap tidak sopan atau bahkan membawa sial. Hal ini dapat membentuk sebuah pandangan yang negatif terhadap kebahagiaan, sehingga membuat seseorang cenderung menghindari atau menunda-nunda kebahagiaan.

Baca Juga  Tanda Kamu Terkena Love Bombing, Manipulatif Hubungan
Ilustrasi (pexels)

Gejala Cherophobia

Cherophobia, meskipun belum terdaftar sebagai gangguan mental resmi, dapat dikenali melalui pola perilaku dan pikiran yang khas.

Individu dengan cherophobia cenderung menghindari situasi yang biasanya menyenangkan atau membawa sukacita, merasa cemas atau tidak nyaman ketika berada dalam suasana yang bahagia, dan seringkali meyakini bahwa kebahagiaan akan diikuti oleh hal buruk atau musibah.

Mereka juga kesulitan merayakan keberhasilan atau pencapaian diri sendiri, serta menganggap kebahagiaan sebagai tanda kelemahan atau sesuatu yang tidak penting. Pola pikir negatif ini dapat membatasi kemampuan seseorang untuk menikmati hidup dan membangun hubungan yang sehat.

Dampak Cherophobia pada Kehidupan

Ketakutan akan kebahagiaan ini dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang, mulai dari hubungan sosial, pekerjaan, hingga kesehatan mental. Seseorang dengan cherophobia mungkin cenderung menarik diri dari interaksi sosial yang membahagiakan atau menolak peluang yang bisa membawa kebahagiaan.

Selain itu, kondisi ini juga bisa memicu atau memperparah masalah kesehatan mental lainnya seperti depresi, kecemasan, dan rasa rendah diri.

Cara Mengatasi Cherophobia

Mengatasi cherophobia memerlukan kombinasi pendekatan psikologis dan perubahan pola pikir. Berikut beberapa langkah yang bisa membantu:

Langkah pertama adalah menyadari bahwa kamu mungkin memiliki pola pikir yang mengasosiasikan kebahagiaan dengan hal negatif. Jurnal atau refleksi diri bisa membantu memahami akar dari ketakutan ini.

Terapi kognitif perilaku (CBT) adalah salah satu metode yang efektif untuk mengubah pola pikir yang tidak sehat dan membantu seseorang lebih menerima kebahagiaan.

Selain itu, latihan mindfulness atau meditasi juga dapat membantu seseorang belajar menikmati momen tanpa terlalu banyak khawatir tentang masa depan.

Kemudian bisa juga mulailah dengan hal-hal kecil yang membuatmu bahagia, seperti mendengarkan musik favorit atau menikmati makanan enak, tanpa menaruh ekspektasi besar.

Baca Juga  Hari Armada Ke-79: Dispsial Gelar Konsultasi Psikologi Gratis dan Fun Game Bareng Pemain Persebaya

Berbagi perasaan dengan teman atau keluarga yang dapat dipercaya dapat membantu meringankan beban emosional.

Milenial dan Gen Z dikenal sebagai generasi yang sangat sadar akan kesehatan mental. Namun, tekanan dari media sosial, ekspektasi karier, dan pandangan budaya sering kali membuat mereka merasa takut untuk bahagia secara berlebihan. Ada kekhawatiran bahwa kebahagiaan yang “terlalu terlihat” akan mengundang kritik, iri hati, atau bahkan “karma buruk.”

Generasi ini perlu memahami bahwa kebahagiaan adalah hak setiap orang, bukan sesuatu yang harus ditakuti atau dihindari. Dengan mengedukasi diri dan mencari bantuan jika diperlukan, cherophobia bisa diatasi.

Cherophobia adalah kondisi yang membuat seseorang takut akan kebahagiaan, sering kali karena trauma, ketakutan akan perubahan, atau pola pikir tertentu. Meskipun tidak diakui sebagai gangguan mental resmi, cherophobia dapat berdampak besar pada kualitas hidup seseorang.

Dengan pendekatan yang tepat, seperti terapi, mindfulness, dan dukungan sosial, ketakutan ini dapat diatasi. Ingatlah bahwa kebahagiaan adalah bagian alami dari kehidupan, dan setiap orang berhak untuk merasakannya tanpa rasa takut.