ruang

Kabinet Merah Putih: Dr Hufron Soroti Tantangan Koordinasi dan Efektivitas

Dr. Hufron pakar hukum tata negara dari Universitas 17 Agustus Surabaya
Dr. Hufron, SH., MH., pakar hukum tata negara dari Universitas 17 Agustus Surabaya, menyoroti tantangan koordinasi dan efektivitas kabinet besar dalam pemerintahan baru ini.
Ruang redaksi
Print PDF

Surabaya, Ruang.co.idPrabowo Subianto resmi dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia pada Minggu yang lalu, berpasangan dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra Presiden Joko Widodo. Pelantikan ini dilakukan di Gedung Nusantara MPR-DPR-DPD RI, Jakarta, dan menandai awal dari era baru pemerintahan Indonesia dengan susunan kabinet yang lebih besar dan ambisius dibandingkan kabinet sebelumnya.

Presiden Prabowo juga langsung memperkenalkan Kabinet Merah Putih, yang terdiri dari 48 menteri, 56 wakil menteri, dan 5 kepala badan. Susunan kabinet ini mencerminkan peningkatan yang signifikan dibandingkan kabinet Jokowi-Ma’ruf yang hanya memiliki 34 menteri dan 17 wakil menteri. Lonjakan jumlah menteri dan wakil menteri ini menjadi sorotan banyak pihak, terutama mengenai efektivitas dan efisiensi pemerintahan baru.

Menanggapi hal ini, Dr. Hufron, SH., MH., pakar hukum tata negara dari Universitas 17 Agustus Surabaya, menjelaskan bahwa secara yuridis, jumlah menteri yang ditunjuk oleh Presiden Prabowo tidak melanggar hukum. Ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 yang memperbolehkan penentuan jumlah kementerian berdasarkan kebutuhan pemerintahan yang berjalan.

“Secara hukum, tidak ada batasan jumlah menteri selama sesuai dengan kebutuhan presiden. Ini disebut dengan Rechtmatigheid van bestuur atau legitimasi hukum pemerintah,” ujar Dr. Hufron.

Meskipun diakui dari segi hukum, banyak pihak yang mempertanyakan kemampuan kabinet besar ini untuk bekerja secara efektif. Konsep Doelmatigheid van bestuur atau asas kemanfaatan pemerintahan menjadi krusial dalam menilai efektivitas kabinet baru ini. Kabinet yang besar memberikan peluang pembagian kerja yang lebih spesifik, namun juga menghadirkan tantangan dalam hal koordinasi, sinkronisasi, dan biaya anggaran.

Menurut Dr. Hufron, kabinet ini akan diuji dalam enam bulan pertama, terutama dalam hal kemampuan mereka menunjukkan program-program yang berdampak nyata pada masyarakat. “Tumpang tindih kewenangan antar kementerian menjadi salah satu kekhawatiran utama, terutama jika koordinasi dan sinkronisasi tidak berjalan baik,” tambahnya.

Baca Juga  Purnawirawan di Tabanan Bersatu Dukung Pasangan Mulyadi-Ardika dan Koalisi Indonesia Maju

Tantangan lainnya adalah persoalan sinkronisasi antar kementerian, terutama kementerian yang memiliki lingkup kerja serupa. Misalnya, pemecahan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menjadi beberapa kementerian baru yang berfokus pada isu keamanan dan hak asasi manusia. Dr. Hufron menegaskan bahwa penajaman tugas dan fungsi masing-masing kementerian harus dilakukan untuk mencegah tumpang tindih kewenangan.

“Koordinasi yang jelas antara kementerian-kementerian seperti Kementerian Hukum dan Kementerian HAM sangat penting. Jika tidak ada koordinasi, program-program strategis pemerintah bisa terhambat,” ungkap Dr. Hufron.

Di samping masalah koordinasi, Dr. Hufron juga mengingatkan akan potensi masalah anggaran akibat pengelolaan kabinet yang besar. “Bertambahnya jumlah kementerian, wakil menteri, dan badan-badan baru akan meningkatkan beban anggaran negara, yang bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi,” jelasnya.

Namun, pemerintahan Prabowo-Gibran berkomitmen bahwa kabinet besar ini akan memperkuat efektivitas dalam menghadapi tantangan global dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Publik dan pengamat pun akan terus memantau dan mengevaluasi kinerja kabinet ini dalam menjalankan tugasnya.

Pada akhirnya, meskipun kabinet besar ini menyimpan tantangan tersendiri, Presiden Prabowo optimistis bahwa kabinet ini akan mempercepat pelaksanaan visi dan misi pemerintah. Efektivitas kabinet akan diuji dalam beberapa bulan ke depan melalui hasil yang nyata dan dapat dirasakan oleh masyarakat.