Sidoarjo, Ruang.co.id – Pemerintah Kabupaten Sidoarjo mencanangkan “Sekolah Tanpa Diskriminasi” pada peringatan Hari Disabilitas Internasional 2025 di GOR Sidoarjo, Rabu (10/12).
Hal ini sebagai langkah mendesak, menjawab darurat kesenjangan akses pendidikan yang menjerat 10.457 anak tidak sekolah di Sidoarjo.
Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana, membacakan langsung deklarasi tersebut. Ia menegaskan, komitmen pemerintah daerah untuk menutup seluruh celah diskriminasi, terutama terhadap siswa penyandang disabilitas (disabilitas: seseorang yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau sensorik).
“Kami berkomitmen mewujudkan pendidikan yang adil, inklusif, dan ramah bagi semua,” ucap Wabup Mimik Idayana dengan suara lantang di hadapan ribuan peserta.
Komitmen itu hadir, di tengah kondisi darurat pendidikan berdasarkan data Verval ATS Kemendikbudristek 2025, yang mencatat 10.457 anak di Sidoarjo belum mengenyam pendidikan secara layak.
Rinciannya: 4.340 anak belum pernah sekolah, 3.504 anak putus di tengah jalan, dan 2.613 anak berhenti setelah lulus jenjang tertentu. Faktor ekonomi tercatat sebagai penyebab terbesar.
Tak hanya itu, data DP3AKB Sidoarjo 2023 menunjukkan 220 kasus kekerasan anak, termasuk bullying, yang berkaitan dengan diskriminasi di lingkungan pendidikan dan sosial.
Dalam sambutannya, Wabup Mimik menekankan bahwa daerah tidak akan maju jika membiarkan satu warga pun tertinggal.
“Kami meningkatkan layanan pendidikan inklusif, melalui pelatihan guru tentang akomodasi layak bagi peserta didik penyandang disabilitas,” ujarnya.
Ia juga menegaskan, bahwa pembangunan sekolah inklusif tidak cukup hanya melalui kebijakan. “Mari kita jadikan momentum ini, untuk mempercepat terwujudnya pendidikan yang tidak hanya mengedepankan pengetahuan, tetapi juga kemanusiaan,” ajaknya.
Wabup Mimik turut memberi penghormatan kepada guru pendamping disabilitas. “Tugas guru disabilitas bukan sekadar mengajar, tetapi membuka jalan bagi anak-anak untuk percaya diri, mandiri, dan berani bermimpi,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispendikbud) Sidoarjo, Tirto Adi, menyebut pemenuhan hak disabilitas telah dilakukan jauh sebelum terbitnya UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.
“Alhamdulillah Kabupaten Sidoarjo mendahului dengan Perbup 6/2011 sebagai dasar pendidikan layanan khusus,” tegas Tirto.
Ia menambahkan, Sidoarjo menjadi satu dari empat daerah di Jawa Timur yang memiliki Unit Layanan Disabilitas (ULD), bersama Gresik, Malang, dan Blitar. “Ini bukti perhatian Sidoarjo terhadap anak-anak penyandang disabilitas sangat luar biasa,” ujarnya.
Bila memang Dispendikbud Sidoarjo mengaku demikian, akan tetapi mengapa masih banyak tindakan atau perlakuan diskriminasi terhadap siswa atau anak disabilitas? Bahkan dari temuan data tersebut terungkap, jumlahnya tergolong memprihatinkan, laksana “gunung es”.
Oleh karena masalah yang muncul itu, setidaknya Wabup Mimik berharap deklarasi ini menjadi titik balik bagi Sidoarjo untuk menurunkan angka ATS, menghapus diskriminasi, dan memastikan setiap anak—termasuk penyandang disabilitas—mendapatkan hak pendidikan tanpa hambatan.

