Ruang.co.id — Senyuman malu-malu, tangan menggenggam erat, dan mata anak-anak yang berbinar kembali terlihat di gerbang-gerbang sekolah Surabaya. Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) 2025 resmi dimulai, dan tahun ini terasa istimewa, yakni Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur mendorong semua orang tua untuk hadir, mengantar sang buah hati di hari pertama.
Dengan mengangkat tema menyentuh, “Sekolahku Rumahku, Guruku Orang Tuaku”, MPLS tahun ini bukan sekadar rutinitas administratif.
Ia menjadi panggung awal bagi tumbuhnya ikatan emosional antara anak, guru, dan orang tua dalam ruang belajar yang penuh kasih.
“Pendidikan bukan semata urusan sekolah, melainkan kerja bersama antara keluarga, sekolah, dan pemerintah kota,” tutur M. Isa Ansori, pengurus LPA Jatim, Minggu (13/7/2025).
Menurut Isa, sekolah harus menjadi rumah kedua tempat anak merasa aman dan diterima, sementara guru adalah orang tua kedua yang membimbing dengan kasih dan keteladanan.
Tidak hanya sebagai ajakan simbolik, Isa bahkan mendorong Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi untuk menerbitkan kebijakan khusus.
Memberi keleluasaan bagi orang tua, baik ASN, pekerja swasta, maupun pelaku UMKM. Agar bisa mengantar anak mereka di hari pertama sekolah.
“Kebijakan ini akan menjadi simbol kuat bahwa pendidikan anak Surabaya adalah urusan bersama, bukan hanya tanggung jawab guru,” ujarnya, menekankan pentingnya momen itu sebagai bentuk cinta pertama terhadap dunia belajar.
Lebih progresif lagi, Isa mengusulkan agar jam kerja pada hari pertama MPLS diundur menjadi pukul 09.00 WIB.
Agar orang tua punya waktu cukup untuk hadir dan bahkan menjemput anak-anak mereka.
“Ini bukan soal presensi. Ini adalah soal membangun ikatan awal yang hangat antara anak dan sekolah. Di Surabaya, anak adalah prioritas utama,” tegas kolumnis STT Multimedia Internasional Malang itu.
MPLS kini tidak lagi menakutkan. Ia menjadi ruang penyambutan yang penuh cinta, harapan, dan semangat gotong royong.
Di kota ini, pendidikan tidak dianggap beban, melainkan investasi bersama untuk masa depan yang lebih manusiawi.
“MPLS bukan sekadar perkenalan. Ia adalah awal peradaban. Anak disambut dengan cinta, bukan tekanan,” pungkas Isa penuh makna.

