Pers di Era Digital: Masihkah Jadi Penjaga Api Demokrasi?

Ketum PWDPI
Ketua Umum PWDPI, M. Nurullah RS, menyerukan agar pers bangkit sebagai pengawal demokrasi di tengah tantangan era digital dan perubahan sosial. Foto Ilustrasi :@Freepik.com/istimewa
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Jakarta, Ruang.co.id – Ketua Umum Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI), M. Nurullah RS, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi dunia pers saat ini. Menurutnya, pers sedang dalam posisi sulit dan kehilangan pijakan sebagai salah satu pilar utama demokrasi.

“Media kini lebih banyak bertahan hidup, bukan lagi bersaing sehat. Bahkan, mereka kalah pamor dari para penyebar ‘narasi indah’ yang justru lebih disukai oleh para pejabat,” ujar Nurullah dalam wawancara di Kantor DPP PWDPI, Minggu (20/4/2025).

Ia menjelaskan, dunia pers kini tidak hanya terhimpit oleh tekanan industri, tetapi juga oleh perubahan peta iklan yang berpindah ke tangan raksasa kecanggihan teknologi dalam era digital. Sementara itu, situasi sosial masyarakat juga tidak menunjukkan perbaikan yang berarti kecenderungan untuk transformasi media pers.

“Masyarakat kelas bawah masih harus berjibaku dengan kesulitan hidup. Lihat saja bagaimana mereka harus antre berjam-jam demi gas melon, ditambah lagi kebijakan yang sering berubah tanpa perhitungan matang,” jelasnya.

Nurullah juga menyoroti berbagai kasus hukum yang menimbulkan tanda tanya besar, seperti kasus suap yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung hingga penyitaan mobil milik Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) besar oleh KPK yang justru dipinjamkan kembali. “Kadang kita bingung, ini hukum dijalankan atau malah dipermainkan?” ungkapnya.

Dalam kondisi ekonomi yang makin sulit dan angka pengangguran yang naik, Nurullah mengingatkan bahwa media pun ikut terdampak. “Banyak media yang tutup, banyak jurnalis kehilangan pekerjaan. Tapi ini bukan saatnya kita menyerah,” tegasnya.

Ia mengajak seluruh insan pers untuk kembali ke jalur perjuangan. Pers, kata dia, harus menjadi penyuara harapan, bukan hanya penyampai kabar.

“Kita harus kerja sama dengan pemerintah untuk mengurangi kemiskinan dan menjaga ruang demokrasi. Tapi jangan sampai pers justru terjebak dalam permainan kekuasaan,” lanjutnya.

Baca Juga  Gegap Gempita Thy Art Is Murder di Jakarta 2025 Siap Hadirkan Mosh Pit Terbrutal!

Nurullah menekankan, pers harus tetap kritis namun bertanggung jawab, menjadi pengawal gagasan dan perubahan, bukan alat propaganda. Menurutnya, jurnalis harus bisa menyaring bahasa politik agar tidak merusak nalar publik.

“Sejarah pers Indonesia adalah sejarah perjuangan. Kini perjuangan itu adalah menjaga agar negara tetap berdiri di atas hukum dan konstitusi,” katanya.

Ia menutup pernyataannya dengan pesan kuat bahwa pers harus tetap menjadi teman perubahan, baik bagi bangsa maupun bagi dunia pers itu sendiri. “Pemerintah tetap punya peran penting dalam menjaga pers agar bisa menjalankan fungsinya sebagai pengontrol kekuasaan,” pungkasnya