Ruang.co.id ā Perayaan Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-732 menjadi momentum penuh makna bagi seluruh warga Kota Pahlawan. Di tengah gegap gempita perayaan, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan kembali komitmennya, membangun kota dengan kekuatan gotong royong dan rasa kekeluargaan, demi masa depan yang lebih baik dan berkeadilan.
Upacara perayaan hari jadi Surabaya ini, berlangsung di halaman Balai Kota Surabaya pada Sabtu (31/5), upacara itu tak hanya seremonial, melainkan panggung kebangkitan nilai-nilai kemanusiaan. Wali Kota Eri, menyerukan gerakan kolektif melawan kemiskinan, pengangguran terbuka, hingga stunting.
āSaya matur nuwun kepada seluruh elemen yang ada di Kota Surabaya. Karena dengan kebersamaan ini, kemiskinan Surabaya turun menjadi 3,9 persen, pengangguran terbuka jadi 4,91 persen, bahkan stunting kini hanya 1,6 persen,ā ujar Eri, dengan nada bangga.
Capaian itu, tegasnya, bukan hasil kerja satu pihak semata. Pemkot Surabaya hanyalah penggerak. Penggerak utama sesungguhnya adalah rakyat yang bersatu, bekerja sama, dan berjuang bersama.
Dengan penuh semangat, Eri mengajak masyarakat bergerak serentak memberantas jukir liar dan premanisme, sembari membuka lebih banyak lapangan kerja lewat program Padat Karya dan bursa kerja ASSIK (Arek Suroboyo Siap Kerja).
Menariknya, prioritas program ini ditekankan khusus bagi warga asli Surabaya. āSaya mohon maaf kepada warga non-Surabaya yang baru pindah, karena APBD ini digunakan dulu untuk mereka yang sudah lama tinggal di Surabaya,ā jelas Eri, yang menyampaikan kebijakan afirmatif yang sensitif dan berani.
Salah satu program unggulan yang menyentuh langsung masyarakat bawah adalah Satu Keluarga Miskin, Satu Sarjana. Lewat beasiswa S1 gratis, Pemkot ingin memutus rantai kemiskinan secara sistemik dan berkelanjutan.
āKami berharap warga miskin tidak lagi menjadi miskin. Itu yang menjadi target kami,ā ujar Eri penuh harap.
Di balik pidato-pidato kebijakan, HJKS ke-732 menggelorakan energi positif: bahwa kota ini bukan milik segelintir elit atau pejabat birokrasi, tapi milik seluruh rakyatnya.
Dengan sinergi, empati, dan semangat saling menolong, Surabaya digerakkan bukan hanya oleh pembangunan fisik, tapi kata penutup cak Eri, oleh visi kemanusiaan yang membumi dan berjangka panjang. Surabaya tak sekadar tumbuh, tapi bangkit bersama.

