Ruang.co.id – Bagi pencinta film horor Indonesia, nama Anggi Umbara sudah tak asing. Sutradara berbakat ini kembali menghadirkan teror yang berbeda lewat Gundik, film horor kolonial yang mengangkat legenda Pantai Selatan dengan gaya psychological horror yang memukau. Film produksi Umbara Brothers dan Makara Pictures ini bukan sekadar sajian jump scare, melainkan eksplorasi mendalam tentang keserakahan manusia yang berujung pada kutukan abadi.
Alur Cerita: Perampokan yang Berubah Menjadi Perangkap Gaib
Kisah dimulai ketika empat pencuri nekat merampok rumah Nyai, wanita kaya era 1920-an yang dikenal menyimpan harta karun. Mereka tak menyadari bahwa rumah megah bergaya Indische itu adalah gerbang menuju dunia lain. Aroma dupa menyengat dan suara tangisan misterius menjadi pertanda awal bahwa mereka telah mengganggu kekuatan yang tak seharusnya disentuh.
Horor yang Dibangun dari Atmosfer dan Mitologi Lokal
Anggi Umbara cerdas memadukan elemen horor fisik dan psikis. Setiap adegan di rumah kolonial itu dirancang untuk menciptakan dread yang terus meningkat. Lantai kayu berderit sendiri, cermin retak tiba-tiba, dan penampakan sosok bergaun putih yang melayangāsemua dikemas tanpa jump scare murahan. Film ini juga mengangkat mitos Nyai Roro Kidul dengan pendekatan segar, di mana sang ratu pantai bukan lagi figur pasif, melainkan antagonist yang kejam.
Kekuatan Visual dan Simbolisme
Penggunaan warna dominan hijau laut dan cokelat kayu tua menegaskan nuansa kolonial yang suram. Detail seperti ukiran Jawa di dinding dan dresscode Nyai yang Victorian-meets-traditional menjadi simbol benturan budaya sekaligus petunjuk latar waktu. Bahkan harta karun yang dicari para pencuri pun ternyata metafora dari “harga yang harus dibayar untuk keserakahan”.
Mengapa Film Ini Spesial?
Gundik berpotensi menjadi benchmark baru horor Indonesia. Tidak seperti film hantu kebanyakan yang mengandalkan teror visual, karya Anggi Umbara ini menawarkan layered storytelling dengan interpretasi terbuka. Apakah Nyai benar-benar dikuasai kekuatan gaib, atau justru korban patriarki kolonial? Film ini membiarkan penonton memutuskan.
Catat Tanggalnya:
Tayang serentak di bioskop mulai 22 Mei 2025.

