Surabaya, Ruang.co.id – Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah masalah serius yang tidak boleh dianggap remeh. Pelaku KDRT seringkali memiliki pola pikir dan perilaku tertentu yang dapat menjadi tanda peringatan.KDRT tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga trauma psikologis yang mendalam.
Untuk memutus rantai kekerasan ini, penting bagi kita untuk mengenal tanda-tanda awal seorang pelaku KDRT. KDRT seringkali terjadi dalam suatu siklus yang berulang. Dengan begitu, kita dapat memberikan bantuan yang tepat bagi korban dan mencegah terjadinya kekerasan berulang.
Tanda-tanda Umum Pelaku KDRT
Kenali beberapa tanda-tanda yang umum ditemukan pada orang yang berpotensi melakukan KDRT.
1. Kontrol yang berlebihan
Pelaku KDRT memiliki kebutuhan yang sangat kuat untuk mengendalikan segala aspek kehidupan pasangannya. Mereka percaya bahwa dengan mengontrol pasangan, mereka dapat merasa aman dan memiliki kekuasaan. Pola pikir ini seringkali didasari oleh rasa tidak percaya diri yang mendalam dan ketakutan akan kehilangan kendali.
2. Cemburu yang tidak rasional
Cemburu yang berlebihan dan tidak berdasar pada fakta merupakan tanda bahwa pelaku memiliki harga diri yang rendah dan merasa tidak layak dicintai. Mereka seringkali memproyeksikan ketidakamanan mereka pada pasangan dan menuduh pasangan berselingkuh tanpa bukti yang jelas.
3. Mudah marah dan agresif
Pelaku KDRT memiliki kesulitan dalam mengelola emosi, terutama kemarahan. Mereka seringkali melampiaskan kemarahan mereka pada pasangan sebagai bentuk pelepasan tekanan. Pelaku menggunakan kemarahan dan agresivitas untuk mengintimidasi korban dan membuatnya takut.
4. Menyalahkan korban
Salah satu ciri khas pelaku KDRT adalah kecenderungan untuk menyalahkan korban atas tindakan kekerasan yang mereka lakukan.
Pelaku KDRT memiliki kecenderungan untuk menyalahkan korban atas segala kesalahan yang terjadi. Dengan cara ini, mereka dapat menghindari tanggung jawab atas tindakan kekerasan mereka dan menjaga citra diri yang positif di mata mereka sendiri. Pelaku mungkin mencari pembenaran atas tindakan kekerasannya dengan menyalahkan korban atas segala masalah dalam hubungan.
5. Mengancam
Ancaman merupakan cara pelaku KDRT untuk mengintimidasi korban dan membuatnya takut untuk melawan. Ancaman ini bisa berupa ancaman fisik, emosional, atau bahkan ancaman akan memisahkan korban dari orang-orang yang dicintainya. Pelaku mungkin menggunakan ancaman untuk mempertahankan kendali atas hubungan dan mencegah korban meninggalkan hubungan tersebut.
6. Pandangan yang tidak sehat tentang gender
Pelaku KDRT seringkali memiliki pandangan yang stereotip tentang peran gender. Mereka percaya bahwa laki-laki memiliki hak untuk mendominasi perempuan dan bahwa perempuan harus tunduk pada laki-laki. Pandangan yang tidak sehat tentang gender sering kali menjadi akar dari kekerasan dalam rumah tangga.
Dengan pandangan tidak sehat tersebut mungkin merasa memiliki hak istimewa untuk mengontrol pasangannya atau membuat keputusan atas nama pasangannya. Ketika seseorang memegang pandangan yang sangat tradisional, stereotip, atau bahkan merendahkan terhadap gender tertentu, hal ini dapat memicu perilaku dominasi, kontrol, dan kekerasan.
7. Mengisolasi korban
Dengan mengisolasi korban dari keluarga dan teman-teman, pelaku KDRT dapat lebih mudah mengontrol korban dan mencegahnya mencari bantuan. Korban akan merasa sendiri dan bergantung terhadap dirinya, baik secara emosional maupun finansial. Pelaku seringkali mengontrol akses korban terhadap telepon, email, atau media sosial. Mereka mungkin melarang korban berkomunikasi dengan orang lain atau memantau semua komunikasi yang dilakukan korban.
8. Masalah dengan penyalahgunaan zat
Penyalahgunaan alkohol atau narkoba dapat memperburuk perilaku kekerasan karena zat-zat tersebut dapat mengganggu penilaian dan kontrol diri. Penyalahgunaan zat seperti narkoba, alkohol, atau obat-obatan terlarang seringkali menjadi faktor yang memperburuk situasi KDRT. Zat-zat ini dapat mengubah perilaku seseorang, termasuk meningkatkan tingkat agresivitas, impulsivitas, dan kesulitan mengontrol emosi. Pelaku KDRT yang sedang dalam pengaruh zat cenderung lebih impulsif, mudah marah, dan kurang mampu mengendalikan tindakan mereka.
Banyak zat yang dapat meningkatkan tingkat agresivitas dan kekerasan. Hal ini membuat pelaku lebih mungkin untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap pasangan atau anggota keluarga lainnya. Penyalahgunaan zat dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk menilai situasi dengan benar. Pelaku KDRT yang sedang dalam pengaruh zat mungkin tidak menyadari dampak tindakan mereka terhadap orang lain.
9. Rasa tidak aman
Beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi antara rasa tidak aman dan perilaku kekerasan. Pelaku KDRT seringkali memiliki masalah dengan harga diri, kepercayaan diri, dan kontrol. Mereka mungkin merasa tidak mampu memenuhi harapan sosial atau pasangan, sehingga memicu perasaan tidak aman.
Banyak pelaku KDRT memiliki rasa tidak aman yang mendalam, baik terkait dengan diri mereka sendiri maupun hubungan mereka dengan pasangan. Pelaku mungkin mengalami kesulitan dalam menemukan identitas diri yang kuat. Ketakutan akan penolakan atau penilaian negatif dapat memicu perilaku agresif. Kekerasan menjadi cara mereka untuk mengatasi perasaan tidak aman ini.
10. Kepercayaan diri yang rendah
Pelaku KDRT seringkali memiliki kepercayaan diri yang rendah dan merasa tidak layak dicintai. Mereka mencoba untuk meningkatkan harga diri mereka dengan mengendalikan orang lain untuk merasa lebih berharga atau penting. Orang dengan kepercayaan diri rendah sering kesulitan mengelola emosi negatif seperti marah, cemburu, dan frustrasi. Kekerasan menjadi cara mereka untuk menegaskan dominasi dan merasa aman.
11. Kurangnya empati
Pelaku KDRT kesulitan untuk memahami perasaan orang lain, terutama pasangan mereka. Ketika seseorang kekurangan empati, mereka cenderung lebih egois. Pelaku yang kurang empati cenderung lebih fokus pada kebutuhan dan keinginan diri sendiri daripada kebutuhan pasangannya. Mereka tidak peduli dengan dampak tindakan mereka terhadap korban.
12. Siklus kekerasan
Kekerasan dalam rumah tangga seringkali terjadi dalam siklus yang berulang. Siklus ini terdiri dari tahap peningkatan ketegangan, insiden kekerasan, dan tahap bulan madu. Pelaku KDRT seringkali menunjukkan penyesalan setelah melakukan kekerasan, tetapi perilaku ini biasanya hanya bersifat sementara. Ini merupakan salah satu dari semua tanda-tanda potensi KDRT yang sangat signifikan.
Sikap Pelaku KDRT yang Perlu Diwaspadai
Adapun sikap lain dari pelaku yang perlu diwaspadai antara lain mereka seringkali menguji batas toleransi pasangannya untuk melihat seberapa jauh mereka bisa pergi. Mereka juga bisa melecehkan baik secara fisik, verbal, atau emosional. Pelaku ini juga biasanya mengontrol semua keuangan keluarga dan tidak memberikan akses kepada pasangannya
Selain itu, mereka merasa bahwa pasangannya adalah milik mereka sepenuhnya dan tidak boleh memiliki kebebasan.
Penting ingat juga bahwa tidak semua orang yang memiliki beberapa tanda-tanda seperti di atas pasti akan melakukan KDRT. Namun, jika kamu melihat beberapa tanda-tanda ini pada seseorang, sebaiknya waspada dan pertimbangkan untuk mencari bantuan profesional.
Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal mengalami KDRT, jangan ragu untuk mencari bantuan. Ada banyak lembaga dan organisasi yang menyediakan layanan bantuan untuk korban KDRT. Kamu bisa menghubungi hotline pengaduan KDRT atau mencari bantuan dari psikolog.