ruang

Tolak Keluarnya HGB PT KAI Warga Sidotopo Ratapi Nasib Rumah Hunian

Warga Sidotopo Tolak Keluarnya HGB PT KAI
Ruang redaksi
Print PDF

Surabaya, Ruang.co.id – Warga dan perangkat kampung di Sidotopo, RT, RW, dan Gabungan Kelompok Masyarakat (Gabukmas), secara tegas menolak keluarnya Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki oleh PT KAI.

Penolakan ini didasarkan pada kekhawatiran warga yang telah menempati rumah-rumah mereka secara turun-temurun namun tidak dapat mengurus surat tanah yang sama.

Dalam pertemuan yang dihadiri oleh berbagai aliansi masyarakat dan perangkat kampung, Ketua Gabukmas Pacar Keling, Pak Wisnu, dan Pak Jarwo dari Gabukmas Karang Pilang, menekankan pentingnya masyarakat diberi pemahaman tentang undang-undang pertanahan. Mereka menjelaskan bahwa tanah yang ditempati lebih dari 25 tahun adalah tanah bebas negara dan bisa diurus surat-suratnya sesuai prosedur dan undang-undang yang berlaku.

Menurut salah satu RT, ada dua warganya yang melaporkan tidak bisa mengurus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) karena terblokir oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Setelah dicek, pihak BPN menegaskan bahwa HGB tidak akan dikeluarkan tanpa ada kesepakatan “clear and clean” antara warga dan PT KAI. Hal ini menambah kekhawatiran masyarakat mengenai nasib rumah yang sudah ditempati selama beberapa generasi.

Ketua Gabukmas Sidotopo, Irwan, menyatakan bahwa keluarnya HGB baru bisa dilakukan setelah ada persetujuan dari RT, RW, dan lurah setempat, namun mereka tidak merasa mengeluarkan izin tersebut. musyawarah ini dilakukan karena banyak masyarakat yang gelisah akan nasib rumah mereka dan mendengar bahwa rumah yang mereka tinggali bertahun-tahun sudah ber-HGB atas nama PT KAI.

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA):

Pasal 21: Mengatur tentang hak milik atas tanah dan syarat-syarat perolehan serta kepemilikannya. Orang yang telah menempati tanah secara terus menerus dan tidak terputus selama 20 tahun atau lebih dapat mengajukan hak milik atas tanah tersebut.

Baca Juga  Korban Tertimbun Longsor Blitar Masih Dalam Pencarian Tim SAR

Pasal 24: Menyatakan bahwa seseorang yang telah menguasai tanah negara secara fisik dan nyata selama 20 tahun berturut-turut tanpa ada gangguan dapat mengajukan hak atas tanah tersebut melalui proses permohonan di Badan Pertanahan Nasional.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menjelaskan prosedur pendaftaran tanah bagi mereka yang telah menguasai tanah dalam jangka waktu tertentu:

Pasal 76: Mengatur tentang pendaftaran tanah yang telah dikuasai secara nyata oleh seseorang selama lebih dari 20 tahun. Pemilik tanah tersebut dapat mengajukan permohonan hak atas tanah yang ditempatinya.

Dengan adanya undang-undang ini, masyarakat Sidotopo yang telah menempati tanah mereka selama lebih dari 25 tahun memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengurus hak atas tanah mereka. Namun, proses ini memerlukan kesepakatan dan koordinasi antara warga, perangkat kampung, dan instansi terkait seperti BPN. (R2)