Fenomena Pria Tidak Bercerita, Mengapa Curhat Masih Tabu di Kalangan Lelaki?

Stigma Pria Tidak Bercerita
Ilustrasi pria sedang sibuk dengan aktivitasnya (Foto Dok.Pwxels.com)
Ruang NyaLa
Ruang NyaLa
Print PDF

Ruang.co.id – Coba bayangkan, kamu sedang ngopi santai dengan teman-teman, lalu tiba-tiba salah satu dari mereka berkata, “Bro, gue lagi stres banget nih. Kayaknya gue butuh cerita.” Apa reaksi yang kemungkinan besar muncul?

“Yah, gitu aja dipikirin!” atau “Santai aja, bro. Cowok tuh harus kuat!”

Fenomena “Pria Tidak Bercerita” akhirnya muncul. Sudah sejak lama, laki-laki diajarkan bahwa mereka harus tangguh, tidak boleh menangis, dan kalau ada masalah, harus diselesaikan sendiri. Ada semacam kode tak tertulis dalam masyarakat yang mengatakan: pria sejati tidak boleh terlihat lemah.

Akibatnya? Banyak pria memilih diam, menumpuk beban pikiran, dan hanya berbagi cerita saat benar-benar sudah tidak tahan. Bahkan, dalam beberapa kasus, mereka tidak pernah benar-benar berbicara hingga akhirnya meledak dalam bentuk stres, depresi, atau bahkan hal yang lebih fatal.

Jadi, kenapa sih stigma ini masih begitu kuat? Dan bagaimana dampaknya terhadap kehidupan pria? Yuk, kita bahas lebih dalam!

Mengapa Pria Tidak Bercerita?

1. Mitos “Pria Sejati Harus Kuat”

Sejak kecil, banyak pria tumbuh dengan ajaran bahwa mereka harus kuat dan mandiri. Menangis? Itu buat anak kecil. Mengeluh? Itu tanda kelemahan. Bahkan, ketika mereka merasa sedih atau tertekan, mereka lebih sering memilih untuk memendamnya ketimbang membicarakannya.

Hal ini tambah kuat dengan budaya yang sering menggambarkan maskulinitas sebagai sesuatu yang kokoh, tegar, dan tidak mudah goyah. Dari film aksi hingga cerita rakyat, tokoh laki-laki sering kita gambarkan sebagai pahlawan tanpa rasa takut yang bisa menghadapi segalanya sendirian.

2. Takut Dianggap Lemah atau Cengeng

“Cowok kok gampang curhat?”

Kalimat ini mungkin terdengar sepele, tapi efeknya cukup dalam. Banyak pria takut mendapat cap sebagai lemah jika mereka terlalu banyak berbagi perasaan.

Baca Juga  7 Kepribadian Wanita Independen dan Penyayang Sekaligus yang Layak Jadi Pasangan

Di lingkungan pertemanan pun, sering kali obrolan yang emosional justru dianggap aneh. Saat seorang pria mencoba membicarakan masalahnya, respons yang muncul lebih sering berupa candaan atau pengalihan topik.

3. Budaya Kompetitif dalam Lingkungan Pria

Laki-laki sering kali berada dalam lingkungan yang penuh kompetisi. Dari kecil, mereka diajarkan untuk menjadi yang terbaik, menang dalam segala hal, dan tidak boleh menunjukkan kelemahan.

Bahkan dalam hubungan pertemanan, ada tekanan untuk selalu terlihat “baik-baik saja.” Akibatnya, pria lebih cenderung menyembunyikan masalah mereka, khawatir dianggap tidak cukup “kuat” dibanding teman-temannya.

Dampak Memendam Perasaan Terlalu Lama

Kalau pria terus menerus memaksa untuk diam dan menahan semuanya sendiri, apa yang akan terjadi?

1. Kesehatan Mental yang Terabaikan

Penelitian menunjukkan bahwa pria lebih jarang mencari bantuan untuk masalah mental daripada wanita. Mereka cenderung menekan emosi, yang pada akhirnya bisa memicu stres berkepanjangan, kecemasan, hingga depresi.

Tidak sedikit kasus di mana pria mengalami burnout parah atau bahkan melakukan hal-hal ekstrem karena tidak punya tempat untuk berbagi beban pikiran mereka.

2. Hubungan yang Renggang dengan Orang Terdekat

Karena terbiasa menahan diri, pria sering kali kesulitan mengekspresikan perasaan mereka dalam hubungan. Baik itu dengan pasangan, keluarga, atau sahabat, mereka cenderung menarik diri dan tidak membuka diri sepenuhnya.

Ini bisa membuat orang-orang terdekat merasa mereka sulit didekati atau tidak peduli, padahal sebenarnya mereka hanya tidak tahu bagaimana cara berbagi cerita.

3. Ledakan Emosi yang Tidak Terduga

Ketika seseorang menahan terlalu banyak emosi tanpa ada pelepasan, ada kemungkinan suatu saat emosi itu akan meledak dalam bentuk kemarahan, frustrasi, atau bahkan perilaku agresif.

Inilah sebabnya kenapa banyak pria yang terlihat “santai” tiba-tiba bisa melampiaskan amarah secara berlebihan. Ini bukan sekadar masalah temperamen, tapi akumulasi dari perasaan yang sudah lama terpendam.

Baca Juga  Prediksi Keberuntungan dan Tantangan untuk Setiap Shio di Tahun Ular Kayu 2025

Bagaimana Cara Mengubah Stigma Ini?

Kabar baiknya, semakin banyak orang mulai menyadari pentingnya kesehatan mental pria dan perlunya membangun lingkungan yang lebih suportif.

1. Normalisasi Percakapan Seputar Emosi

Jika seorang teman pria mulai berbagi cerita, jangan buru-buru menutupnya dengan candaan. Berikan ruang bagi mereka untuk berbicara tanpa takut terlihat lemah.

Mulailah dengan percakapan kecil. Tidak harus langsung mendalam, tapi cukup untuk menunjukkan bahwa berbicara tentang perasaan itu bukan sesuatu yang aneh atau tabu.

2. Cari Support System yang Tepat

Tidak semua lingkungan akan mendukung pria untuk terbuka. Karena itu, penting bagi pria untuk menemukan support system yang nyaman, entah itu sahabat, keluarga, atau bahkan profesional seperti psikolog.

Semakin banyak pria yang merasa aman berbicara, semakin cepat stigma ini akan berubah.

3. Berhenti Menganggap “Curhat” sebagai Hal yang Memalukan

Berbagi cerita bukan tanda kelemahan. Justru, butuh keberanian untuk mengakui bahwa kita tidak selalu baik-baik saja.

Jika kamu merasa sedang menghadapi masalah berat, tidak ada salahnya mencari seseorang yang bisa mendengar tanpa menghakimi. Semakin cepat membicarakannya, semakin cepat pula solusinya muncul.

Jargon “pria tidak bercerita” seharusnya sudah ketinggalan zaman. Di era sekarang, berbagi cerita bukan lagi soal kuat atau lemah, tapi soal bagaimana kita bisa menjadi versi terbaik dari diri kita sendiri.

Kalau perempuan bisa saling berbagi dan saling mendukung satu sama lain, kenapa pria tidak bisa? Saatnya mengubah stigma dan mulai membangun lingkungan di mana pria bisa merasa nyaman untuk terbuka tanpa takut menjadi terlihat lemah.

Jadi, sudah siap mendobrak stigma lama dan mulai lebih terbuka?