Tesis Restorative Justice Agung Satryo Wibowo Tawarkan Solusi Baru untuk Pidana Perpajakan di Wisuda ke-130 Untag Surabaya

Wisuda ke-130 Untag Surabaya
Agung Satryo Wibowo, wisudawan terbaik Untag Surabaya, memaparkan tesis tentang restorative justice dalam tindak pidana perpajakan. Foto: Istimewa
Mascim
Mascim
Print PDF

Ruang.co.id Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya sukses menggelar Sidang Terbuka Wisuda ke-130 pada Sabtu-Minggu, 22-23 Februari 2025. Sebanyak 1.520 wisudawan dari Program Sarjana, Magister, dan Doktor dikukuhkan dalam acara yang berlangsung selama dua hari tersebut. Salah satu sorotan utama adalah Agung Satryo Wibowo, Magister Ilmu Hukum dari Fakultas Hukum Untag Surabaya, yang meraih predikat wisudawan terbaik Program Magister dengan IPK 3,90.

Agung Satryo Wibowo, dalam tesisnya, mengusung pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) sebagai solusi penyelesaian tindak pidana perpajakan. Menurutnya, pendekatan ini lebih manusiawi dan efektif dibandingkan metode konvensional yang cenderung represif.

“Dalam tesis saya, saya meneliti bagaimana seharusnya tindak pidana perpajakan diselesaikan. Pendekatan restoratif justice menekankan penyelesaian secara administratif terlebih dahulu, bukan langsung ke jalur pidana,” jelas Agung yang juga Konsultan Pajak dan Kuasa Hukum Pajak.

Agung menegaskan bahwa penyelesaian administratif harus menjadi prioritas dalam menangani kasus perpajakan. Menurutnya, hal ini sejalan dengan fungsi utama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, bukan sekadar menghukum wajib pajak.

“Restorative justice seharusnya diatur secara tegas dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Ini akan memastikan bahwa penyelesaian kasus perpajakan lebih adil dan transparan,” tambah Agung yang juga Alumni Akuntansi Unair Surabaya.

Salah satu poin penting dalam tesis Agung adalah usulan agar penghitungan kerugian negara dilakukan oleh pihak independen, seperti BPK atau BPKP. Hal ini bertujuan untuk memastikan objektivitas dalam proses penghitungan.

“Selama ini, penghitungan kerugian negara dilakukan oleh PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) DJP. Ini bisa menimbulkan konflik kepentingan. Dengan melibatkan pihak independen, kita bisa meminimalisir perbedaan perhitungan dan memastikan keadilan bagi semua pihak,” papar Agung.

Baca Juga  Casio G-Shock Mudmaster GG-B100X Upgrade Bezel Karbon Forged, Solar Charging, dan Fitur Sensor Canggih untuk Petualang

Pendekatan restorative justice tidak hanya bermanfaat bagi wajib pajak, tetapi juga bagi negara. Dengan mengutamakan penyelesaian administratif, negara bisa lebih cepat mendapatkan penerimaan pajak yang terhutang, tanpa harus melalui proses hukum yang panjang dan berbelit-belit.

“Tujuan utama adalah memulihkan kerugian negara, bukan memenjarakan wajib pajak. Dengan pendekatan ini, kita bisa mencapai dua tujuan sekaligus: meningkatkan penerimaan negara dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil,” ujar Agung.

Wisuda ke-130 Untag Surabaya tidak hanya menjadi momen kebanggaan bagi para wisudawan, tetapi juga menjadi ajang untuk memamerkan karya-karya akademik yang inspiratif. Tesis Agung Satryo Wibowo tentang restorative justice dalam tindak pidana perpajakan adalah contoh nyata bagaimana penelitian akademik bisa memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan hukum di Indonesia. Dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan efektif, diharapkan sistem perpajakan Indonesia bisa menjadi lebih adil dan transparan di masa depan.

Restorative justice adalah pendekatan penyelesaian konflik yang berfokus pada pemulihan kerugian dan perbaikan hubungan antara pelaku dan korban, alih-alih hanya menghukum pelaku.

Karena pendekatan ini mengutamakan penyelesaian administratif yang lebih cepat dan efektif, sehingga negara bisa segera mendapatkan penerimaan pajak yang terhutang.

Pihak independen bisa berasal dari lembaga seperti BPK, BPKP, atau akuntan publik yang telah mendapatkan legalisasi dari pemerintah.

Wajib pajak bisa menghindari proses hukum yang panjang dan berbelit-belit, serta mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan secara administratif.

Meskipun sudah ada dalam beberapa regulasi, penerapannya masih perlu diperkuat dan diatur lebih tegas dalam undang-undang perpajakan.