Ruang.co.id – Bayangkan sedang duduk santai tiba-tiba jantung berdegup 180 kali per menitālebih cepat dari mesin cuci spin! Inilah realita Supraventricular Tachycardia (SVT), gangguan irama jantung yang kini semakin banyak ditemui pada generasi muda urban. Data terbaru dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) menunjukkan 1 dari 5 kasus SVT terjadi pada usia 18-35 tahun.
Mengenal Musuh Tak Terlihat: Anatomi SVT
Dr. Dony Yugo Hermanto, Sp.JP (K), pakar aritmia dari RS Siloam TB Simatupang, memaparkan bahwa SVT terjadi akibat “korsleting listrik” di jantung. Berbeda dengan serangan jantung, SVT muncul tanpa tanda fisik seperti nyeri dada, membuatnya dijuluki “silent killer”.
Gejala yang Sering Diabaikan
Pasien kerap mengira ini sekadar efek kopi atau kelelahan. Padahal, menurut Jurnal Kardiologi Asia 2023, 70% kasus SVT pada anak muda baru terdiagnosa setelah terjadi komplikasi. Waspadai triad gejala ini:
- Debar dadakan seperti setelah lari marathon padahal sedang rebahan
- Sensasi tenggelam di dada disertai pusing berputar
- Keringat dingin tanpa aktivitas fisik
Teknologi Ablasi 3D: Revolusi Pengobatan SVT
Pemetaan jantung tiga dimensi kini menjadi standar emas di RS Siloam TB Simatupang. Prosedur non-bedah ini menggunakan kateter cerdas yang bisa membuat peta digital detail sumber aritmia.
Analisis Data:
- Tingkat keberhasilan: 95% untuk kasus SVT sederhana
- Waktu pemulihan: 24 jam vs 5 hari pada metode konvensional
- Biaya: Rp 45-75 juta tergantung kompleksitas
Pola Hidup Anti-SVT untuk Generasi Digital
Penelitian terbaru membuktikan blue light dari gadget bisa memicu episode SVT pada 15% pasien. Berikut strategi pencegahan berbasis bukti:
- Aturan 20-20-20: Setiap 20 menit, alihkan pandangan dari layar selama 20 detik ke objek berjarak 20 kaki
- Sleep hygiene: Gunakan mode night shift 2 jam sebelum tidur
- Latihan vagal maneuver: Teknik menahan napas yang bisa menghentikan episode SVT darurat

