Fotodermatitis Mengintai! Waspadai Kulit ‘Alergi’ Matahari yang Lebih Berbahaya dari Sunburn

Fotodermatitis
Fotodermatitis bukan sekadar kulit terbakar biasa. Kenali gejala mirip alergi, penyebab tersembunyi, dan cara ampuh melindungi kulit dari bahaya sinar UV. Ilustrasi Foto: @Freepik
Ruang Sely
Ruang Sely
Print PDF

Ruang.co.id – Pernahkah kulit tiba-tiba memerah, gatal, bahkan melepuh padahal hanya terpapar sinar matahari sebentar? Bisa jadi itu fotodermatitis, kondisi yang sering disalahartikan sebagai sunburn biasa. Menurut Dr. Satish Bhatia, ahli dermatologi dari Mumbai, reaksi ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menganggap sinar UV sebagai ancaman, mirip seperti alergi makanan. Yang mengkhawatirkan, kasus di daerah tropis seperti Indonesia meningkat 20% dalam 5 tahun terakhir akibat paparan UV index tinggi dan penggunaan produk skincare tidak tepat.

Mengenal Gejala yang Mirip Alergi Kulit

Fotodermatitis memiliki ciri khas yang membedakannya dari kulit terbakar biasa. Gejala utamanya biasanya muncul 4-48 jam setelah terpapar dengan intensitas bervariasi. Pada tahap awal, kulit di area terbuka seperti wajah atau lengan akan terlihat kemerahan disertai rasa gatal yang sulit dikontrol. Beberapa pasien melaporkan sensasi seperti ditusuk jarum halus.

Dalam kasus yang lebih parah, kulit bisa mengembangkan lepuhan berisi cairan mirip luka bakar derajat dua. Yang unik, reaksi ini sering disertai pembengkakan lokal dan bahkan gejala sistemik seperti sesak napas pada penderita lupus atau porfiria. Dr. Bhatia menekankan, 30% pasien awalnya mengira mereka hanya mengalami iritasi kosmetik biasa sebelum akhirnya mendapat diagnosis fotodermatitis.

Penyebab Tersembunyi di Balik Reaksi Kulit

Sinar UVB memang menjadi pemicu utama, tetapi ada faktor tersembunyi yang sering diabaikan. Obat-obatan seperti antibiotik golongan tetrasiklin atau diuretik tiazid bisa berubah menjadi “musuh” kulit ketika bereaksi dengan cahaya matahari. Fenomena ini disebut fotosensitivitas kimiawi, dimana molekul obat menyerap energi UV lalu merusak sel kulit.

Bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari juga berperan besar. Parfum sintetis yang mengandung musk ambrette atau sunscreen dengan oxybenzone tercatat sebagai penyebab 15% kasus fotodermatitis kontak. Tak kalah mengejutkan, polusi udara di perkotaan bisa memperparah kondisi ini. Partikel PM2.5 yang menempel di kulit ternyata mampu memperkuat efek radikal bebas dari sinar UV.

Baca Juga  Lezatnya Campor Lorjuk: Rasa Laut Unik yang Wajib Dicicipi Wisata Madura

Strategi Perlindungan Menyeluruh untuk Kulit Sensitif

Melindungi kulit dari fotodermatitis memerlukan pendekatan multidimensi. Langkah pertama adalah memantau UV index melalui aplikasi cuaca sebelum beraktivitas outdoor. Ketika indeks mencapai 8 atau lebih (sangat tinggi), disarankan untuk mencari tempat teduh antara pukul 10 pagi hingga 4 sore.

Pemilihan pakaian menjadi tameng utama. Kain tenun rapat seperti katun dengan UPF 50+ lebih efektif daripada bahan tipis. Untuk tabir surya, formula mineral berbasis zinc oxide 10% lebih direkomendasikan untuk kulit sensitif karena tidak menimbulkan reaksi fotokimia. Pengaplikasian harus cukup tebal (sekitar 1/4 sendok teh untuk wajah) dan diulang setiap 80 menit jika berkeringat.

Tindakan Darurat Saat Gejala Muncul

Kompres dingin dengan kain bersih yang dibasahi air mineral bisa meredakan peradangan awal. Hindari menggaruk area yang gatal karena berisiko menyebabkan infeksi sekunder. Produk mengandung calamine atau aloe vera murni 99% dapat memberikan efek menenangkan sementara. Namun, jika muncul lepuh besar atau demam, segera konsultasikan ke dokter kulit untuk mendapatkan krim kortikosteroid topikal atau antihistamin oral.

Catatan Ahli:

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa konsumsi makanan kaya antioksidan seperti delima dan ubi jalar ungu dapat meningkatkan ketahanan kulit terhadap stres oksidatif dari UV. Namun, ini hanya bersifat pendukung, bukan pengganti proteksi eksternal.