Ruang.co.id – Badan anggaran DPRD Jatim menyoroti masalah ketimpangan belanja daerah di sektor kesehatan. Ketimpangan belanja kesehatan di Jawa Timur, di mana 90% dialokasikan untuk program kuratif (penyembuhan), sementara promotif dan preventif hanya mendapat 10%, mencerminkan pola kebijakan yang reaktif. Padahal, pendekatan kuratif cenderung lebih mahal dan tidak berkelanjutan karena hanya menangani masalah setelah penyakit muncul. Dominasi ini mengindikasikan bahwa Pemprov Jatim masih kurang investasi dalam pencegahan, seperti kampanye kesehatan, imunisasi, atau edukasi gaya hidup sehat. Akibatnya, beban fasilitas kesehatan terus meningkat, sementara kesadaran masyarakat akan pencegahan penyakit tetap rendah.
Jairi Irawan, juru bicara Banggar DPRD Jatim, menekankan perlunya peningkatan alokasi untuk program promotif dan preventif. Kedua program ini bersifat jangka panjang dan lebih efisien karena mengurangi prevalensi penyakit. Misalnya, dengan edukasi bahaya rokok atau gizi seimbang, masyarakat bisa terhindar dari penyakit kronis yang membutuhkan biaya pengobatan tinggi. Rekomendasi Banggar agar 40% DBHCHT dialokasikan untuk layanan promotif-preventif adalah langkah strategis, mengingat dana tersebut bersumber dari cukai tembakau yang erat kaitannya dengan masalah kesehatan. Rabu, (29/5/2025).
Selain ketimpangan anggaran, Jairi juga menyoroti perlunya peningkatan rasio UHC di seluruh daerah Jatim. UHC menjamin akses layanan kesehatan bagi semua lapisan masyarakat, tetapi tanpa keseimbangan antara kuratif dan preventif, sistem kesehatan akan terbebani. Realisasi belanja daerah tahun 2024 yang mencapai Rp34 triliun (96,14% dari target) menunjukkan kapasitas fiskal yang memadai. Namun, komposisi anggaran yang tidak proporsional berpotensi mengurangi dampak positif belanja tersebut.
Fakta bahwa hanya 10% anggaran kesehatan ditujukan untuk pencegahan mengindikasikan lemahnya perencanaan berbasis evidence-based policy. Padahal, WHO telah lama mendorong negara-negara untuk mengutamakan preventif. Jika Pemprov Jatim tidak segera menyesuaikan alokasi anggaran, dikhawatirkan terjadi pemborosan sumber daya karena tingginya kasus penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.
Sorotan Banggar DPRD Jatim ini adalah pengingat pentingnya reorientasi kebijakan anggaran kesehatan. Dengan menyeimbangkan pendekatan kuratif dan preventif, Jatim bisa membangun sistem kesehatan yang lebih berkelanjutan dan efektif. Tanpa perubahan komposisi anggaran, target UHC dan derajat kesehatan masyarakat akan sulit tercapai.

