Kenaikan Tarif Bongkar Muat Pelabuhan Probolinggo Picu Polemik Regulasi

Kenaikan tarif bongkar muat Pelabuhan Probolinggo
Komisi C DPRD Jatim temukan kesalahpahaman regulasi penyebab kenaikan tarif bongkar muat di Pelabuhan Probolinggo. Foto: Gentur
Ruang Gentur
Ruang Gentur
Print PDF

Ruang.co.id – Polemik kenaikan tarif layanan pelabuhan Probolinggo akhirnya menemui titik terang setelah Komisi C DPRD Jawa Timur turun tangan sebagai fasilitator. Dialog yang melibatkan perwakilan asosiasi tenaga kerja bongkar muat (TKBM) dan manajemen PT Delta Artha Bahari Nusantara (PT DABN) ini berhasil mengurai benang kusut kesalahpahaman regulasi yang memicu ketegangan di kalangan pelaku usaha. Dipimpin langsung oleh Ketua Komisi C DPRD Jatim, Adam Rusdy, pertemuan ini mengungkap bahwa akar masalah bukan sekadar persoalan nominal tarif, melainkan perbedaan interpretasi atas dasar hukum yang digunakan. Rabu, (29/5/2025).

Adam Rusdy menjelaskan bahwa keluhan datang dari berbagai pihak, termasuk asosiasi perusahaan bongkar muat, koperasi TKBM, agen TKBM, hingga serikat pekerja. Mereka menilai kenaikan tarif tidak mengikuti mekanisme kesepakatan bersama seperti yang diamanatkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor KM 35 Tahun 2007. Aturan tersebut mensyaratkan penetapan tarif melalui musyawarah dengan asosiasi terkait. Namun, PT DABN sebagai operator pelabuhan—yang merupakan bagian dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jatim—justru merujuk pada Permenhub Nomor PM 121 Tahun 2018.

Baca Juga  TPS Catat Kinerja Gemilang di Awal 2025 Bongkar Muat Peti Kemas Tembus 120.857 TEUs

“Permenhub 2018 memberikan ruang bagi operator pelabuhan untuk menetapkan tarif berdasarkan kajian independen, tanpa harus melalui kesepakatan dengan asosiasi,” jelas Adam. PT DABN sendiri telah melakukan kajian melalui Sucofindo, lembaga survei independen yang diakui kredibilitasnya. Hasil kajian inilah yang menjadi dasar penyesuaian tarif, sehingga kebijakan tersebut sah secara hukum.

Adam mengakui bahwa wajar muncul pro-kontra dalam setiap perubahan kebijakan, terutama yang berdampak langsung pada biaya operasional pelaku usaha. Namun, setelah dialog difasilitasi, para pengusaha mulai memahami bahwa PT DABN beroperasi di bawah payung regulasi terbaru. “Ini bukan soal mana aturan yang lebih baik, melainkan mana yang berlaku saat ini,” tegasnya.

Baca Juga  TPS Surabaya Pacu Kinerja Logistik: Arus Peti Kemas Internasional Melonjak di Awal 2025

Komisi C DPRD Jatim berperan sebagai jembatan untuk mencegah eskalasi konflik. Adam menekankan pentingnya komunikasi terbuka antara PT DABN dan stakeholder, termasuk asosiasi serta serikat pekerja. “Ini murni hubungan bisnis, bukan isu sosial. Pendekatannya harus profesional,” ujarnya. Ia juga memastikan bahwa sejauh ini belum ada gugatan hukum yang diajukan, menandakan bahwa masalah masih bisa diselesaikan secara musyawarah.

Kunci resolusi konflik ini terletak pada transparansi dan kolaborasi. PT DABN diminta lebih aktif menyosialisasikan kebijakannya, sementara pelaku usaha didorong untuk beradaptasi dengan regulasi terkini. Adam optimis bahwa dengan dialog berkelanjutan, ketegangan dapat diredam tanpa harus berujung pada sengketa hukum.

“Yang terpenting, semua pihak kini menyadari dasar hukum yang digunakan. Tinggal bagaimana menjalankannya dengan prinsip keadilan dan kepatuhan bersama,” pungkas Adam. Dengan demikian, polemik tarif pelabuhan Probolinggo tidak hanya sekadar diselesaikan, tetapi juga menjadi contoh bagaimana dialog konstruktif dapat mengatasi gesekan bisnis di sektor maritim.