Tablo Soekarno dan Imam Al-Bukhari Laksana Hidup Kembali di Surabaya

Pementasan Soekarno Imam Al-Bukhari
Pentas seni Soekarno - Imam Al-Bukhari di Surabaya menggugah jiwa, membangkitkan sejarah spiritual dan diplomasi dua bangsa lintas generasi. Foto: Istimewa
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Ruang.co.id – Di Balai Budaya Surabaya, sejarah seakan bangkit dari tidur panjangnya. Kolaborasi seniman Indonesia dan Uzbekistan yang dipentaskan pada Jumat (27/6/2025), berhasil menghadirkan kembali momen bersejarah yang nyaris terlupakan. Kala itu perjalanan Presiden Soekarno ke Uzbekistan demi menziarahi makam Imam Al-Bukhari sebelum menerima undangan resmi Uni Soviet.

Pementasan berdurasi satu jam ini tak sekadar menyuguhkan seni, tetapi membangkitkan ingatan kolektif bangsa, yakni tentang spiritual, visi, dan diplomasi seorang proklamator.

Sebanyak 20 seniman lintas negara memadukan teater modern, musik klasik, lagu nasional, tradisi Uzbekistan, dan lantunan zikir menjadi satu harmoni agung.

ā€œKetika Bung Karno bersikeras mencari makam Imam Al-Bukhari sebelum bertemu pemimpin Soviet, itu bukan protokol, tapi pencarian spiritual,ā€ ungkap Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, penuh takzim.

ā€œItu membuktikan bahwa Surabaya bukan hanya tempat kelahirannya, tapi juga nyawa dari keberanian dan keimanan Bung Karno,ā€ imbuhnya.

Eri menegaskan, pemilihan Surabaya sebagai panggung utama bukan kebetulan. Di kota ini, Bung Karno muda menyerap ilmu dari HOS Tjokroaminoto, mengguratkan fondasi pemikiran Islam dan nasionalismenya. ā€œApi perjuangan itu harus diwarisi oleh arek-arek Suroboyo hari ini, bukan abunya.ā€

Aktor senior dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, turut menjadi motor penggerak pementasan ini. Ia menuturkan, karya ini terinspirasi dari tafsir spiritual Bung Karno selama masa pengasingannya di Ende.

ā€œDi situlah Bung Karno menyusun Pancasila, bukan dari ruang kosong, tapi dari perenungan dan bacaan hadits-hadits Imam Al-Bukhari. Ini bukan sekadar pementasan, ini rekonstruksi ruh sejarah,ā€ ujar Rano.

Di balik pertunjukan yang menggetarkan ini, berdiri sosok visioner, Restu Imansari Kusumaningrum, produser dan pendiri Yayasan Taut Seni. Ia menggarisbawahi pentingnya seni sebagai jembatan lintas bangsa.

Baca Juga  Promo Ramadan Festive 2025 Diskon Tiket Kereta Api Hingga 20% & Flash Sale Murah dari KAI Surabaya

ā€œSejarah itu milik semua. Tapi kalau tidak dibumikan, generasi muda akan kehilangan akarnya. Pementasan ini adalah usaha kami agar mereka mau meneliti kembali jejak leluhurnya,ā€ tuturnya.

Pentas ini menjadi simbol hangatnya hubungan Indonesia-Uzbekistan yang telah terjalin sejak 1956.

Kini, melalui bahasa seni yang universal, diplomasi dua bangsa kembali ditautkan, dengan cinta, ruh, dan rasa jalinan kerja sama.