Satpol PP Surabaya Bebaskan Bantaran Sungai Kalianak, Langkah Besar Wujudkan Kota Hijau Berkelanjutan

Penertiban bangunan liar Surabaya
Satpol PP Surabaya bongkar bangunan liar di bantaran Sungai Kalianak, wujudkan normalisasi sungai berpendekatan humanis. Foto: Dok Humas
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Ruang.co.id – Surabaya kembali menunjukkan komitmennya sebagai kota yang serius membenahi wajah ruang hidup warganya. Kamis (15/5), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya bersama Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) melaksanakan penertiban bangunan liar di sepanjang 200 meter awal bantaran Sungai Kalianak, tepatnya di wilayah RW 01 Genting Kalianak, Kecamatan Asemrowo. Ini bukan sekadar pembongkaran, tapi langkah besar menuju tata ruang kota yang lebih manusiawi, sehat, dan berkelanjutan.

Penertiban ini tidak hadir secara tiba-tiba. Sebelumnya, Pemerintah Kota Surabaya telah mengirimkan tiga kali Surat Peringatan (SP) kepada pemilik bangunan. Kesempatan untuk membongkar secara mandiri telah diberikan, dan sebagian warga menunjukkan tanggung jawabnya dengan patuh terhadap imbauan tersebut. Sisanya, Satpol PP membantu proses pembongkaran dengan alat berat, memastikan tidak ada benturan di lapangan.

Edi Wiyono, Ketua Tim Pencegahan Gangguan Ketentraman dan Ketertiban Umum (Trantibum) Satpol PP Surabaya, memimpin langsung proses ini. Ia menekankan bahwa proses penertiban dilakukan secara bertahap, penuh kehati-hatian, dan mengedepankan pendekatan humanis. Hari ini, satu titik selesai. Besok, titik lainnya menanti, hingga total 600 meter bantaran sungai dibebaskan dari okupasi liar.

“Ini bukan hanya soal bangunan, ini soal hak publik atas lingkungan yang layak. Sungai Kalianak harus kembali menjadi ruang hidup, bukan ruang buangan,” ujar Edi.

Ia menambahkan, langkah ini adalah bagian dari proses normalisasi sungai yang telah lama direncanakan. Normalisasi bukan sekadar proyek fisik, tapi juga pemulihan relasi warga kota dengan lingkungannya.

Yang menarik, pendekatan persuasif menjadi kunci utama. Tim Satpol PP tak hanya turun saat hari H, mereka datang setiap hari, menyapa warga, mengajak dialog, menjelaskan tujuan, dan membangun kesadaran kolektif. Ini bukan operasi represif, tapi transformasi sosial. Pemerintah menunjukkan bahwa penegakan aturan tak harus selalu keras, tapi harus tegas dan mendidik.

Baca Juga  Emak-Emak PKL Sidoarjo Gagalkan Penggusuran di Bantaran Sungai Pepelegi

Proses ini menyasar dua wilayah sekaligus, yakni Asemrowo dan Moro Krembangan. Dua arah, satu tujuan: menyelamatkan Sungai Kalianak dari krisis ekologis yang telah berlangsung bertahun-tahun.

Dalam jangka panjang, pembebasan lahan di bantaran sungai ini akan membuka ruang untuk infrastruktur hijau, jalur inspeksi, dan mungkin juga ruang terbuka publik yang bisa dinikmati bersama.

Apa yang terjadi ini adalah potret kota yang bergerak. Bukan hanya membongkar, tapi juga membangun kesadaran. Bukan hanya menggusur, tapi memulihkan. Ini tentang keberanian menata masa depan, di mana kota bukan hanya tempat tinggal, tapi juga tempat hidup yang bermartabat.

Langkah ini patut menjadi inspirasi nasional. Bahwa kota yang baik adalah kota yang mampu menertibkan dirinya sendiri, yakni dengan hati, dengan hukum, dan dengan harapan.