Otomotif Nissan PHK 20.000 Karyawan: Air Mata Sunyi di Tengah Baja dan Mesin

Nissan PHK
Nissan PHK 20.000 karyawan di seluruh dunia. Tangisan sunyi buruh menggema di tengah baja dan mesin, krisis otomotif global yang getir. Foto: @nissan.co.id
Ruang redaksi
Print PDF

Ruang.co.id – PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) besar – besaran tak hanya terjadi pada industri di Indonesia. Dampak krisis ekonomi global juga menimpa sebuah industri otomotif di Jepang. Ratusan wajah lesu tampak memadati halaman pabrik Nissan yang sebentar lagi akan berhenti beroperasi.

Nissan Motor Co. resmi mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja terhadap hingga 20.000 karyawannya di seluruh dunia. Tak hanya angka yang mengejutkan, tetapi dampaknya yang menyentuh kemanusiaan.

Sejak diumumkannya rencana restrukturisasi “Re:Nissan”, raksasa otomotif Jepang itu terus bergelut dengan tekanan keuangan yang sangat berat.

Kerugian bersih sebesar US$4,5 miliar tahun lalu menjadi luka terbuka bagi perusahaan yang pernah begitu disegani di industri otomotif global.

Dari puluhan ribu pekerja Nissan, kebanyakan datang dari Asia Tenggara, yang terancam kehilangan pekerjaan akibat langkah efisiensi perusahaannya.

Penutupan pabrik tidak hanya berdampak pada para karyawan, tetapi juga mengguncang ekosistem sosial dan ekonomi di wilayah tempat mereka beroperasi.

Mulai dari tempat makan di sekitar pabrik hingga sekolah-sekolah tempat anak-anak buruh belajar, semuanya ikut goyah.

Ivan Espinosa, CEO baru Nissan, dalam pernyataannya mencoba meredam kegelisahan yang menyebar.

“Kami tidak membuat keputusan ini dengan ringan. Kami tahu ada keluarga yang bergantung pada kami. Tapi jika tidak dilakukan sekarang, masa depan perusahaan dan seluruh jaringan kerjanya justru lebih terancam,” ujarnya dalam konferensi pers.

Namun, pemangkasan ribuan posisi kerja, penutupan tujuh pabrik global, hingga penjualan kantor pusat justru mengundang kegelisahan para pemegang saham.

Ketika Nissan tak kunjung memproyeksikan laba dan sahamnya anjlok 36%, mereka mulai menuntut transparansi lebih dan strategi konkret dari manajemen.

Kenji Tanaka, analis otomotif senior asal Tokyo, menilai langkah ini sebagai pertaruhan hidup-mati.

Baca Juga  Wakil Fikom Unitomo Sukses Gelar Pengabdian Internasional di Osaka Jepang

“Secara strategi, Re:Nissan cukup masuk akal. Tapi eksekusinya harus tepat waktu. Dunia tidak akan menunggu Nissan bangkit sambil menangis. Ini balapan, bukan belas kasih,” ucapnya tajam.

Di tengah badai ini, serikat pekerja terus menyuarakan satu hal: keadilan. Mereka mengingatkan, di balik angka dan strategi bisnis, ada manusia, ada anak-anak, ada masa depan.

Nissan, kini berdiri di simpang jalan yang pelik, antara membangun kembali masa depan atau kehilangan kepercayaan yang tak ternilai.