Ruang.co.idĀ āĀ Ketika berat badan anak tak kunjung naik, Surabaya bergerak cepat untuk mengatasinya. Tak menunggu stunting datang, kota ini memilih menghadang dari hulu, sebelum menuju hilir semuanya terlambat.
Untuk itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dan Tim Penggerak PKK Kota Surabaya kembali menggelar Gebyar Lomba BWSE (Bersama Wujudkan Surabaya Emas) Jilid IV.
Gebyar ini bukan sekadar lomba. Ini merupakan alarm dini, sebuah gebrakan kolaboratif yang menyasar baduta (bayi berusia dibawah dua tahun) berisiko, bayi yang mengalami stagnasi berat badan T2 atau dua kali berturut-turut.
āKalau berat badan anak tidak naik dua kali, itu lampu kuning. Kita harus bertindak sebelum jadi merah. BWSE Jilid IV menyasar dari hulu,ā ujar Rini Indriyani, Ketua TP PKK Kota Surabaya, Sabtu (5/7/2025).
Sebanyak 607 anak menjadi sasaran intervensi langsung selama dua bulan penuh. Di balik angka ini, ada cerita perjuangan para ibu, kerja senyap para kader, dan komitmen kota yang menjadikan tumbuh kembang anak sebagai harga mati.
āBerbeda dari sebelumnya, BWSE IV menargetkan anak yang belum stunting tapi berisiko. Karena kalau sudah stunting, itu berarti kita terlambat,ā tegasnya.
Dibuka 30 Juni lalu, program ini merupakan edukasi laktasi, pemberian MPASI (Makanan Pendamping Air Susu Ibu), penguatan pola asuh, hingga pemberian nutrisi harian.
Seperti telur, ikan, susu, dan daging, semuanya digulirkan serentak dengan melibatkan 183 dokter spesialis anak di 63 Puskesmas, dan ratusan kader Tim Pendamping Keluarga (TPK) di seluruh kelurahan.
Mereka bahu-membahu memantau tumbuh kembang bayi, bahkan menyuplai telur, ikan, dan susu setiap hari selama dua bulan penuh, tanpa jeda.
āSaat grafik tumbuh anak naik, itu artinya harapan tumbuh. Tapi begitu grafik turun lagi, itu pukulan. Maka dua bulan ini adalah waktu emas. Kami harap orang tua konsisten,ā ujar Rini dengan serius.
Tak hanya soal gizi, pola asuh juga jadi kunci. Setiap orang tua mendapat pelatihan intensif soal menyuapi anak dengan benar, menjaga sanitasi rumah, hingga memahami pentingnya bonding dalam menyusui.
Yang membuat hati terenyuh, tidak sedikit ibu muda yang baru pertama kali mengenal istilah T2. Mereka dilatih memahami isyarat lapar bayi, dan diberi pendampingan intensif oleh kader serta konselor.
Dr. Mira Ermawati, Sp.A(K) dari IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) Jawa Timur memberikan gambaran tentang Stunting.
āStunting itu sering dimulai dari hal kecil, perlekatan ASI yang keliru, atau pola makan ibu menyusui yang salah. Maka kami fokus ke usia 0ā6 bulan. Mencegah, bukan mengobati.ā
Lewat program 1 Puskesmas 1 Pediatrician, IDAI memastikan setiap puskesmas kini punya dokter anak yang siap mendampingi.
Mereka bahkan turun langsung ke rumah-rumah, mengecek, membimbing, dan memeluk mereka yang berisiko.
āKami tak ingin hanya hadir di ruang rapat, tapi juga di ruang tamu warga,ā lanjut dr. Mira.
BWSE Jilid IV juga memperkenalkan inovasi Kampung ASI, tempat para ibu menyusui mendapat dukungan penuh.
Kampung ini dinilai berdasarkan cakupan ASI eksklusif, jumlah pendampingan, dan kolaborasi lintas sektor. āDari dapur ibu, kita bangun generasi emas,ā ujar dr. Mira.
Program ini dinilai oleh tim independen dari IDAI, FKM Unair (Fakultas Kesehatan Masyarakat Univ. Airlangga) Surabaya, HIMPSI (Himpunan Psikologi) Indonesia, dan Poltekkes Kemenkes.
Indikatornya, mencakup pertumbuhan anak sesuai KMS (Kartu Menuju Sehat), kualitas rumah, pola asuh, dan kreativitas dalam mengolah makanan sehat.
Hasilnya pun mulai terlihat. Dari 923 kasus stunting pada awal 2023, Surabaya menurunkannya menjadi hanya 279 kasus di akhir tahun.
Prevalensi bahkan menyentuh 1,6% di awal 2024, menjadikan kota ini salah satu terbaik secara nasional.
Dari kampung Nginden Jangkungan yang kini zero stunting, hingga Bangkingan dan Panjang Jiwo yang memelopori Kampung ASI.
Surabaya menuliskan kota yang tidak hanya membasmi stunting, tapi mendahului membasminya.
āKarena anak yang tumbuh sehat hari ini, adalah Indonesia yang kuat esok hari,ā tutup Rini, dengan senyum penuh harap.
Drs. Eri Cahyadi, M.T., Wali Kota Surabaya, menyatakan tekadnya di Rembuk Stunting 2025, āKami ingin zero growth. Jangan ada lagi anak Surabaya yang kehilangan masa depan karena stunting. Setiap anak berhak tumbuh tinggi, cerdas, dan bahagiaā.
Cek validasi data, menurut Profil Kesehatan Indonesia dari tahun 2021 sampai 2024, oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dan Profil Statistik Kesehatan 2023 oleh Badan Pusat Statistik Indonesia, sebagai berikut:
Tahun 2021: 6.722 kasus
Tahun 2022: 923 kasus, dengan prevalensi stunting sebesar 4,8% menurut SSGI tahun 2022, menjadikan Surabaya sebagai kota dengan prevalensi stunting terendah se-Indonesia.
Tahun 2023:
– Awal tahun: 923 kasus
– September: 529 kasus
– Oktober: 74 kasus (setelah pendampingan intensif oleh Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga dan Tim Percepatan Penurunan Stunting Kota Surabaya.
– Akhir tahun: 279 kasus (seperti dilaporkan pada Rembuk Stunting Tahun 2024).
Tahun 2024: pada Maret, sebanyak 255 kasus.

