Sidoarjo, Ruang.co.id ā Banjir kembali menggulung kawasan permukiman di Sidoarjo, Selasa (12/11/2025), setelah Sungai Sidokare, Kali Buntung, dan Kali Tanggulangin tidak mampu menahan derasnya hujan.
Air meluber dari badan sungai dan menerjang rumah warga. Sejumlah keluarga mengevakuasi barang penting sambil berharap genangan cepat surut.
āAir masuk begitu cepat, saya angkat kasur dan dokumen karena saya takut semuanya hilang,ā kata Sulastri, warga Sidokare, yang mengungkapkan keluhannya dengan suara terbata.
Padahal, Pemkab Sidoarjo mengaku sudah mengeruk sedimentasi tanah dan menggerakkan gotong royong pembersihan sampah. Bupati Subandi juga rutin turun melakukan sidak. Namun banjir tetap datang, lebih cepat dari kesiapan mitigasi.
Pengamat tata kota Sidoarjo, Hadi Suyitno, menilai Sidoarjo tidak memiliki hal paling dasar, yakni grand design banjir.
āSaya minta Pemkab gunakan cara ekstrem. Buat grand design banjir dengan melibatkan ahli yang benar-benar ahli. Jangan comot orang yang bukan ahlinya,ā tegasnya.
Lanjut Hadi, data rujukan penting menunjukkan pemerintah pusat pernah menetapkan pembangunan pintu air di kawasan makam Dewi Sekardadu sebagai Proyek Prioritas Nasional melalui PP 20/2018, dengan alokasi APBN sekitar Rp 450 miliar. Pintu air tersebut dirancang untuk menahan gelombang rob dan mengalirkan air sungai ke laut melalui pompa raksasa.
āNamun proyek itu gagal berjalan karena Pemkab Sidoarjo tidak mampu memenuhi persyaratan penyerapan program. Dana tersebut kembali menjadi SILPA APBN,ā ungkapnya.
Pemerhati banjir ini menegaskan dua arus besar, dari Sungai Sidokare dan Kali Buntung, selalu bertemu di hilir pantai Sekardadu. āPemerintah pusat sudah membaca pola banjir Sidoarjo lebih cerdas daripada pemkab,ā ujarnya.
Hingga malam, air masih menghawatirkan di beberapa titik. Warga menunggu tindakan cepat, bukan hanya pengerukan rutin yang tidak kunjung menyelesaikan persoalan.

