Surabaya, Ruang.co.id – Menguap adalah salah satu hal paling sederhana yang sering kita lakukan, tetapi tetap bikin penasaran. Pernahkah kamu memperhatikan, setiap kali melihat orang lain menguap, kamu jadi ikut-ikutan menguap?
Atau bahkan hanya membaca tentang menguap saja, sudah cukup untuk membuatmu ingin melakukannya? Fenomena ini memang menarik perhatian banyak peneliti. Tapi, benarkah menguap itu menular? Yuk, kita bedah fakta ilmiahnya.
Mengapa Kita Menguap?
Sebelum membahas soal “penularan,” penting untuk tahu dulu apa itu menguap dan mengapa tubuh kita melakukannya. Secara sederhana, menguap adalah refleks alami tubuh yang melibatkan tarikan napas dalam-dalam, diikuti oleh hembusan udara keluar. Ada banyak teori mengapa manusia menguap, tapi beberapa penjelasan paling populer yaitu menguap membantu menambah pasokan oksigen ke otak.
Selain itu dapat membantu menurunkan suhu otak agar tetap optimal dan juga hal ini menandakan bahwa tubuh merasa lelah atau bosan.
Meski teori-teori ini terdengar masuk akal, peneliti masih belum sepenuhnya sepakat tentang alasan utama menguap.
Benarkah Menguap Itu Menular?
Kamu pasti pernah mengalami, saat melihat temanmu menguap, tiba-tiba kamu juga ingin menguap. Bahkan saat membaca artikel ini, kemungkinan besar kamu sudah mulai merasa ingin menguap. Nah, fenomena ini dikenal sebagai menguap yang menular (contagious yawning).
Peneliti menemukan bahwa menguap memang bisa menular, terutama melalui pengaruh visual. Melihat orang lain menguap, atau bahkan hanya mendengar suara menguap, bisa memicu refleks yang sama dalam tubuh kita.
Apa Kata Sains Tentang Fenomena Ini?
Menurut penelitian, menguap yang menular berkaitan erat dengan empati dan koneksi sosial. Saat kita melihat orang lain menguap, otak kita merespons melalui aktivitas di bagian yang disebut cermin neuron (mirror neurons). Neuron ini bertanggung jawab untuk meniru atau memahami tindakan orang lain, yang menjadi dasar empati manusia.
Penelitian juga menunjukkan bahwa:
- Orang yang memiliki tingkat empati tinggi lebih mudah “terinfeksi” oleh menguap.
- Anak kecil dan orang yang memiliki gangguan empati, seperti pada kasus autisme, lebih jarang mengalami menguap yang menular.
Namun, ini bukan berarti menguap yang menular adalah tanda empati mutlak. Banyak faktor lain, seperti suasana hati, tingkat kelelahan, hingga hubungan sosial dengan orang yang menguap, juga memengaruhinya.
Apakah Menguap Menular Pada Semua Makhluk?
Uniknya, fenomena menguap yang menular tidak hanya terjadi pada manusia. Beberapa hewan sosial, seperti anjing, simpanse, hingga burung, juga menunjukkan respons serupa. Penelitian pada anjing, misalnya, menemukan bahwa mereka lebih mungkin menguap setelah melihat pemiliknya menguap dibandingkan orang asing. Ini menunjukkan bahwa koneksi emosional memainkan peran besar dalam “penularan” menguap.
Banyak mitos seputar menguap yang beredar, salah satunya adalah anggapan bahwa menguap berarti kekurangan oksigen. Meskipun teori ini sering disebutkan, sains belum memberikan bukti kuat yang mendukungnya. Sebaliknya, banyak bukti yang menunjukkan bahwa menguap lebih berkaitan dengan fungsi sosial dan psikologis dibandingkan fungsi fisiologis semata.
Jadi, benarkah menguap itu menular? Jawabannya adalah ya, tetapi dengan catatan. Penularannya lebih bersifat sosial dan psikologis, bukan karena faktor biologis semata. Fenomena ini menunjukkan betapa kuatnya koneksi antara manusia dan bagaimana empati memainkan peran dalam setiap interaksi kecil sehari-hari.
Kali berikutnya kamu melihat seseorang menguap dan merasakan dorongan untuk melakukan hal yang sama, ingatlah bahwa itu adalah tanda bahwa otakmu sedang “berempati.” Seru, kan, memahami sains di balik hal sederhana yang kita lakukan setiap hari?