Ruang.co.id – Kota Surabaya sedang menghadapi darurat sampah yang mengancam stabilitas lingkungan. Data DLH Surabaya mengungkapkan, timbunan sampah harian telah mencapai 1.800 ton, sementara TPA Benowo—satu-satunya tempat pembuangan akhir—hanya dirancang untuk menampung 1.000 ton per hari. Faktanya, lokasi ini dipaksa menampung 1.400–1.500 ton setiap harinya, jauh melampaui kapasitas ideal. Rabbany Al Yunifar, Anggota Komisi C DPRD Surabaya, menyebut situasi ini sebagai krisis lingkungan yang membutuhkan aksi segera. Rabu, (30/7/2024).
“Jika tidak ada intervensi strategis, Surabaya bisa tenggelam dalam sampah dalam hitungan bulan,” tegas politisi Gerindra Dapil IV ini. Ia menekankan, penanganan sampah harus bergerak dari sekadar regulasi menjadi aksi kolektif melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Saat ini, Pemkot Surabaya telah menggalakkan program bank sampah dan pemilahan mandiri sebagai solusi parsial. 600 bank sampah aktif telah berkontribusi menekan volume sampah plastik hingga 22%, berkat Perwali No.16/2022 tentang pengurangan kantong plastik. Namun, Rabbany menilai upaya ini belum cukup.
“Bank sampah adalah tulang punggung pengelolaan sampah berbasis komunitas, tapi partisipasi warga harus ditingkatkan. Ini bukan proyek sesaat, tapi gaya hidup berkelanjutan,” paparnya. Ia mengusulkan insentif bagi kelurahan dengan kinerja bank sampah terbaik untuk memacu kompetisi positif.
Di balik krisis ini, Rabbany menyoroti tanggung jawab produsen sebagai akar masalah. “Sampah kemasan sekali pakai menyumbang 40% timbunan di TPA Benowo. Produsen wajib diawasi melalui skema Extended Producer Responsibility (EPR),” tegasnya. Tanpa regulasi ketat terhadap industri, upaya pengurangan sampah plastik di level masyarakat akan sia-sia.
Ia juga mendorong kampung zero waste sebagai model pengelolaan sampah mandiri. “Contohnya Kecamatan Gayungan yang berhasil kurangi 30% sampah rumah tangga lewat komposting. Ini perlu direplikasi di 183 kelurahan lainnya,” tambahnya.
Sebagai solusi jangka panjang, Rabbany mendesak penerapan teknologi waste to energy (WTE) mengubah sampah menjadi energi listrik, seperti sukses dilakukan di TPA Bantargebang, Bekasi. “TPA Benowo bisa menjadi pilot project WTE di Jawa Timur. Kita punya ahli dan anggaran, tinggal political will pemkot,” ungkapnya.
Tak lupa, ia mengingatkan bahwa pencegahan darurat sampah adalah tanggung jawab bersama. “Surabaya bisa jadi role model nasional jika pemerintah, warga, dan dunia usaha bersinergi. Aksi nyata, bukan wacana, yang akan menyelamatkan kita,” pungkasnya.

