Sidoarjo, Ruang.co.id – Suasana panas kembali terasa di Desa Sidokerto, Kecamatan Buduran, Sidoarjo, setelah warga yang tergabung dalam Forum Peduli Sidokerto (FPS) untuk kedua kalinya menggelar unjuk rasa pada Jumat (12/12). Kali ini, warga mendesak Kepala Desa (Kades) Sidokerto Ali Nasihin untuk menghadiri mediasi yang dijanjikan. Namun, lagi-lagi Kades tidak hadir (Menghilang), memicu kekecewaan warga yang sudah berharap adanya penyelesaian terkait polemik penjualan tanah Gogol Gilir.
Harapan warga sempat menyala ketika Camat Buduran, Suprayitno, hadir untuk memimpin mediasi. Didampingi Ketua BPD Sidokerto Inwan, Bhabinkamtibmas Polsek Buduran, dan Babinsa Koramil Buduran, mediasi berlangsung tanpa kehadiran Kades Ali Nasihin yang sebelumnya berjanji datang usai salat Jumat.
Dalam mediasi tersebut, warga menyampaikan tuntutan utama mereka, yakni meminta transparansi Kades Ali Nasihin terkait penjualan tanah sisa Gogol Gilir seluas 5.000 m² di Dusun Langgri. Warga juga mendesak agar tanah tersebut dikembalikan menjadi aset desa. Selain itu, mereka meminta Camat untuk memberikan rekomendasi pemberhentian Kades Ali Nasihin karena dinilai tidak menghormati panggilan mediasi dari pihak kecamatan.
Tuntutan Warga: Transparansi dan Rekomendasi Pemberhentian
Salah satu pengunjuk rasa menyuarakan kekecewaan warga yang memuncak akibat ketidakhadiran Kades.
“Kami sudah dijanjikan Kades akan datang jam 1 siang, tapi lagi-lagi beliau menghilang. Kalau Kades seperti ini tidak menghormati Camat, kami minta segera dikeluarkan rekomendasi pemberhentian,” ujar salah satu warga dengan penuh semangat, diiringi sorak-sorai dukungan dari massa.
Meski terus didesak, Camat Suprayitno menjelaskan bahwa pemberhentian kepala desa memerlukan prosedur formal sesuai aturan yang berlaku.
“Ada prosedur yang harus dilalui untuk mengeluarkan rekomendasi pemberhentian. BPD harus mengusulkan aspirasi warga dan menyampaikannya ke instansi terkait,” jelas Suprayitno.
Camat juga berjanji akan kembali mencoba mempertemukan Kades Ali Nasihin dengan warga di waktu berikutnya.
Isu penjualan tanah Gogol Gilir menjadi puncak dari banyaknya keluhan warga terhadap Kades Ali Nasihin. Warga mengaku merasa dirugikan oleh proses penjualan tanah kepada pengembang PT Kembang Kenongo, yang dianggap tidak transparan. Imam Syafi’i, salah satu warga yang namanya dicatut dalam dokumen penjualan, mengungkapkan adanya pemalsuan tanda tangan.
“Saya tidak pernah menandatangani surat jual-beli tanah itu, tapi nama saya ada di dokumen. Sampai sekarang, saya tidak menerima uang sepeser pun,” ungkap Imam Syafi’i.
Menurut Imam, harga penjualan tanah tersebut jauh lebih besar dari yang dilaporkan. Dari total Rp 2,8 miliar yang diterima dari PT Kembang Kenongo, warga hanya mendapatkan bagian kecil, sekitar Rp 30 juta per orang. Imam mempertanyakan ke mana sisa uang penjualan tanah itu mengalir.
Warga yang kecewa menyatakan bahwa aksi ini baru awal dari langkah panjang mereka. Jika Kades Ali Nasihin terus mangkir, mereka berencana membawa permasalahan ini ke Kejaksaan Negeri Sidoarjo.
“Kalau Senin depan Kades tetap tidak hadir, kami akan demo besar-besaran ke kejaksaan. Empat elemen LSM sudah siap mendukung kami,” ujar salah satu perwakilan warga.
Sementara itu, Camat Suprayitno mengaku akan memantau situasi dan mempertimbangkan langkah administratif berupa peringatan tertulis kepada Kades.
“Kalau dalam dua hari ke depan Kades masih mangkir di jam kerja tanpa alasan yang jelas, kami akan menindak secara administratif,” tegasnya.
Kasus Gogol Gilir menjadi simbol akumulasi kekecewaan warga Sidokerto terhadap kepemimpinan Kades Ali Nasihin. Dengan nilai transaksi yang tidak transparan dan dugaan manipulasi dokumen, warga menuntut keadilan serta kejelasan penggunaan dana hasil penjualan tanah desa.
“Kami hanya ingin transparansi. Uang dari penjualan tanah desa ini harus jelas, jangan sampai disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri,” tandas Imam Syafi’i.