DPRD Jatim Gelar Wayang Kulit Peringati Hari Jadi Jatim ke-80 Dengan Lakon “Wahyu Katresnan”

Pagelaran Wayang Kulit DPRD Jatim
Rayakan HUT ke-80, DPRD Jatim gelar wayang kulit lakon 'Wahyu Katresnan'. Sebuah deklarasi politik budaya wujudkan pembangunan beretika. Foto: Gentur
Ruang Gentur
Ruang Gentur
Print PDF

Ruang.co.id – “Wis Pirang- pirang ndino tak tahan nang kene kok kowe ora gelem ngladeni aku.ā€ (Sudah beberapa hari saya kurung disini kok kamu tidak mau melayani saya), begitu kata Burisrawa terhadap Dewi Rara Sembodro istri Arjuno. Namun tidak lama kemudian Arjuno datang dan langsung menggebrak tubuh Burisrawa, setelah kesaktiannya kembali. “Mbok pikir bojone sopo kongkong ngladeni ! (Kamu pikir istri siapa kamu suruh melayani !),” begitu hardik Arjuno sembari menghantam tubuh Burisrowo hingga terjengkang keluar tak berdaya.

Itulah sepenggal cuplikan babak Akhir cerita wayang dengan lakon “Wahyu Katresnan” yang dimainkan Dalang, Ki Purbo Asmoro, di depan halaman gedung DPRD Jatim, jumat malam (14/11) hingga sabtu dinihari (15/11).

Dalam pagelaran wayang kulit untuk ruwat Jatim untuk memperingati hari jadi Jawa Timur ke 80 ini, dibuka langsung ketua DPRD Jatim, M Musyafak Roif serta beberapa anggota lainnya yakni, Wakil ketua DPRD Deni Wicaksono, Sri Untari Bisowarno, Rasiyo, Cahyo, Fuad Benardi, Suli Da’im dan Erick Komala. Disamping itu juga hadir jajaran Forkopimda Jatim, diantaranya Sekda Pemprov Jatim, Adhi Karyono beserta staf jajarannya dan wakil Polda dan Kodam serta Koarmatim.

Dalam sambutannya, Ketua DPRD Jawa Timur, M Musyafak Rouf menegaskan Pagelaran Wayang Kulit ini sebagai puncak filosofis peringatan Hari Jadi ke-80 Provinsi Jawa Timur. Ia menegaskan, di tengah pembangunan fisik dan infrastruktur. Jawa Timur juga membutuhkan pondasi spiritual dan etika.

Kegiatan ini sekaligus menandai kembalinya tradisi ā€œwayanganā€ di rumah wakil rakyat setelah absen kurang lebih enam tahunan.

“Jawa Timur merupakan salah satu dari delapan provinsi pertama yang dibentuk pada awal kemerdekaan, tepatnya 12 Oktober 1945. Sejarah panjang tersebut menunjukkan kematangan Jawa Timur dalam bernegara,” ujar politisi PKB ini menerangkan.

Baca Juga  Kesaksian Queeny Buktikan Dugaan Penyimpangan Warisan Engkong

Slogan ā€œJatim Tangguh Terus Bertumbuhā€ yang diusung Pemprov Jatim, menurut Musyafak mencerminkan fokus pembangunan pada ketahanan ekonomi dan pertumbuhan berkelanjutan.

Namun, Ia juga mengingatkan bahwa, gairah pembangunan fisik tidak harus mengabaikan dimensi batin. Sehingga di antara hiruk-pikuk pertumbuhan fisik dan infrastruktur, perlu pula adanya pondasi spiritual dan etika.

Ia menjelaskan, kembalinya pagelaran wayang kulit di DPRD Jatim setelah sekian tahun terhenti ini merupakan peneguhan kembali tradisi kearifan lokal yang sempat ā€œkosongā€ dalam ruang-ruang resmi pemerintahan.

Karena itu tema yang diangkat dalam acara ini yaitu ā€œMeruwat Jawa Timur, Merawat Indonesiaā€. Tema ini disebut sarat makna. sebagai upaya pemurnian sekaligus selamatan kolektif dari berbagai kesulitan hidup.

Dalam konteks pemerintahan modern, ā€œmeruwat Jawa Timurā€ ia artikan sebagai ikhtiar membersihkan keruwetan sosial dan mencegah konflik horizontal yang dipicu sentimen perbedaan keyakinan di akar rumput.

ā€œIni deklarasi politik budaya, bahwa kita kembali bergairah dan bertekad menegakkan pembangunan yang dilandasi niat bersih dan etika luhur,ā€ tandasnya.

Dalam sambutan itu, ia juga menegaskan kembali bahwa wayang kulit bukan sekadar hiburan, melainkan tuntunan penuh filosofi. Apalagi, wayang sudah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan.

Di akhir sambutan, Musyafak mengajak generasi muda, khususnya milenial dan Gen Z, untuk kembali mencintai dan ikut melestarikan wayang kulit agar tidak tercerabut dari akar budaya leluhur.

Dalam pagelaran ini, hadir tiga pelawak senior, yakni Kirun, Marwoto dan Tesy Kabul yang mampu mengocok perut penonton yang hadir saat pagelaran memasuki sesi ” limbukan ” dan goro-goro. Selain itu, ketiga pelawak ini juga turut membagikan hadiah door prize kepada penonton, mulai dari memberikan pertanyaan maupun menguni lewat nomor undangan yang sebelumnya diberikan panitia.

Baca Juga  Surabaya Menuju KLA Paripurna: Investasi Masa Depan untuk Anak Negeri!

Sementara dalam pagelaran wayang kulit dengan lakon “Wahyu Katresnan” ini dikisahkan bahwa pusaka Jamus Kalimosodo milik Yudistira dipinjam Bathoro Kolo yang saat itu menyamar sebagai Semar. Kemudian oleh Semar palsu, pusaka berwujud kitab suci itu diberikan kepada Basukarno. Di sisi lain, karena pusaka pelindung Pandhawa itu tidak ada. Maka Burisrowo yang cintanya pada Dewi Sembodro gagal karena sang pujaan hati menikah dengan Raden Permadi alias Arjuno, dengan mudah melukai Arjuno dan Werkudoro. Lalu menculik Dewi Sembodro untuk dibawa ke kerajaan Mandraka. Dengan terlukanya dua satria Pandhawa ini. Maka kekuatan Pandhawa lemah.

Kesempatan ini tidak di sia- siakan oleh Kurawa untuk menghancurkan Pandhawa. Atas hasutan patih Sengkuni, Duryudono pun mendatangi Arjuna dan Werkudoro dan bersiap membunuhnya. Namun sebelum niat itu terlaksana, Prabu Kresna dari kerajaam Darawati mendatangi Basukarno dan neminta pusaka Jamus Kalimosodo yang dibawah Adipati Karno tersebut.

Semuka Adipati Karno tidak mau memberikan karena dia mengaku pusaka tersebut diberikan Semar untuk dia. Karena diminta baik-baik tidak dikasih sehingga Krisna menghajar Karno dan berhasil membawa pusaka itu kbali dan diberikan pada Yudisthira.

Setelah Pusaka Jamus Kalimosodo itu kembali pada si empunya, maka kekuatan Pandhawa Pulih dan Arjuno dab Werkudoro kembali sakti lalu bangkit hingga membuat Kurawa lari ketakutan. Kemudian Arjuno mendatangi Burisrowo dan berhasil mengalahkan raja mandraka itu dan membawa kembali Dewi Sembodro istrinya. Sedangkan Semar Bodronoyo yang merupakan perwujudan Dewa Ismoyo berhasil menemukan Semar palsu dan berhasil mengalahkannya hingga Semar Palsu itu kembali wujud menjadi Bathoro Kolo dan dalang pun menutup pagelaran wayabg kulit ini tepat pukul 03.05 dinihari.

Cerita ini merupakan carangan atau cerita tambahan karangan sedikir dari naskah Wayang awal yang dilakukan Sunan Kalijogo. Disini Sunan Kalijogo menggambarkan Pusaka Jamus Kalimosodo yang merupakan arti dari Kalimat Syahadat. Pusaka Jsmus Kalimosodo ini merupakan pusaka yang mampu mempersatukan dan memberikan ketentraman dan kesejahtraan. Yang arti filosofinya bagi Jawa Timur adalah dengan adanya persatuan dan kekompakan serta kedamaian akan membuat Jatim Makmur dan sejahtera.

Baca Juga  PDIP Surabaya Siapkan Tiga Kandidat Pemimpin Baru