Sidoarjo, Ruang.co.id – Majelis hakim yang menyidangkan perkara gugatan H. Syahruddin, SH., pemilik lahan di Desa Rangkah Kidul melawan PT. Telkomsel, lantaran menanam kabel main hold-nya tanpa ada koordinasi lebih lanjut, Majelis Hakim menyarankan kepada para pihak untuk menempuh perdamaian. Kedua pihak pun menyepakatinya untuk menempuh perdamaian.
Namun mediasi pihak Syahruddin didampingi penasihat hukumnya Firdaus selaku penggugat berhadapan dengan tim legal PT. Telkomsel, hingga saat ini masih berkoordinasi dengan nominal angka yang disepakatinya. Pihak Telkomsel memohon untuk angkanya bisa diturunkan di bawah nominal yang tersampaikan dalam materi gugatan, sedangkan Syahruddin menganggap nominal dalam gugatannya masih realistis dan wajar atas kerugian materiil dan Imateriil.
“Di sidang pertemuan ketiga, hakim menyarankan jalur mediasi dengan para pihak Telkomsel sebagai tergugat dan sepakat untuk penurunan angka yang saya ajukan dalam materi gugatan, dan saya diminta untuk mengajukan proposal,” ujar Syahruddin, Rabu (19/3).
Seperti sebelumnya yang dialami Syahruddin, yang tinggal di Perumahan Cluster Milano Bumi Citra Fajar, Pucanganom Sidoarjo, merasa dirugikan dengan adanya penanaman kabel main hold dan akses jalan bersama di tanah miliknya yang menuju tower BTS/Site, yang dilakukan oleh Pihak Telkomsel bersama vendornya di area tanah miliknya.
Bukti kepemilikan lahan Syahruddin yang sesuai dalam materi gugatan, yakni obyek SHM No. 443 dan SHM No. 444, yang terletak di jalan Jawa, Desa Rangkah Kidul, Sidoarjo.
Sebenarnya polemik atas penggunaan akses jalan bersama dan penanaman kabel main hold, oleh pihak Telkomsel sudah berlangsung sejak 2015, dan dengan dikuatkan beberapa dokumen seperti Izin Lokasi dari BPN, juga termasuk surat Nota Dinas No. 047/MK.01/RA-03/VII/2018, thn 2018, yang kesemuanya menunjukkan akan kekurangan dan kelemahannya.
Dengan adanya penemuan penanaman kabel harusnya ada koordinasi dan itikad yang baik untuk tindak lanjutnya, dimana Syahruddin sudah beberapa kali mendatangi kantor Pihak Telkomsel yang berkantor di Surabaya.
Namun upaya Syahruddin bertepuk sebelah tangan, permintaannya tidak diindahkan oleh pihak Telkomsel. Tidak berhenti sampai disitu, selanjutnya Syahruddin lewat kuasa hukumnya melayangkan somasi ke pihak Telkomsel. Upaya itu juga menemui jalan buntu tidak ada respon positif dari pihak Telkomsel, bahkan juga sudah pernah ada pertemuan mediasi para pihak yang difasilitasi oleh Kepala Desa Rangkah Kidul.
“Saat itu saya juga sudah berkirim surat ke Kepala Desa Rangkah Kidul lewat kuasa hukum saya, untuk meminta difasilitasi penyelesaian masalah ini. Saya kooperatif dan tetap melakukan langkah-langkah sesuai aturan, regulasi dan tahapan-tahapan yang sesuai dengan perundang-undangan. Hasil mediasi di kantor desa disepakati tanggal dan jam untuk menggali dan mengecek kebenaran keberadaan kabel tersebut,” tutur ceritanya.
“Tapi lagi-lagi tim legal pihak Telkomsel berkelit lagi. Beralasan tidak tahu kalau ada rencana penggalian kabel itu. Saat pengecekan bersama di lokasi, kabel main hold itu masih menancap di lahan saya. Dan lagi – lagi beralasan kalau kabel itu sudah tidak berfungsi,” lanjut tuturnya.
Singkat cerita kemudian, Syahruddin dengan didampingi tim kuasa hukumnya kemudian menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan ke PN Sidoarjo.
Dalam materi gugatannya, pihak Tergugat satu yakni PT. Telkomsel area III, PT. Intisel Prodaktifakom sebagai Tergugat dua, PT. Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) selaku pelaksana proyek sebagai Tergugat tiga, dan Sukarno selaku mediator sebagai Tergugat empat.
Sidang gugatan selanjutnya di agendakan Selasa 25 Maret 2025, untuk penyampaian resum Syahruddin sebagai penggugat ke pihak Telkomsel selaku tergugat I, sesuai yang dimohonkan kepada majelisa hakim.