Surabaya, Ruang.co.id – Kisah penamaan golongan darah bermula pada awal abad ke-20. Seorang ilmuwan medis asal Austria, Karl Landsteiner, melakukan eksperimen dengan mencampurkan darah dari berbagai individu. Ia menemukan bahwa ketika darah dari dua orang berbeda dicampur, terkadang sel darah merah menggumpal. Dari pengamatan ini, Landsteiner menyimpulkan bahwa ada perbedaan jenis darah di antara manusia.
Pada awalnya, Landsteiner menamai golongan darah yang ia temukan dengan huruf A, B, dan C. Sistem penamaan ini masih mengikuti urutan abjad. Namun, seiring dengan penelitian lebih lanjut, ditemukan golongan darah lain yang sebelumnya tidak teridentifikasi.
Mengapa Golongan Darah C Berubah Menjadi O?
Perubahan paling signifikan terjadi pada golongan darah C. Mengapa tidak tetap menggunakan C dan dilanjutkan dengan D, E, dan seterusnya? Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh para ahli.
Molekul yang dapat memicu respons imun tubuh. Dalam konteks golongan darah, antigen adalah protein spesifik yang terdapat pada permukaan sel darah merah. Protein yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh sebagai respons terhadap antigen. Antibodi akan mengenali dan menempel pada antigen yang dianggap asing, sehingga memicu reaksi imun.
Sel darah merah golongan O tidak memiliki antigen A maupun B pada permukaannya. Hal ini berarti, jika darah golongan O diberikan kepada seseorang dengan golongan darah lain, sistem kekebalan tubuh penerima tidak akan mengenali antigen pada darah donor sebagai benda asing, sehingga tidak akan terjadi reaksi penolakan.
Karena tidak memiliki antigen yang dapat memicu reaksi imun, darah golongan O dapat diberikan kepada semua golongan darah (kecuali dalam hal Rh faktor). Oleh karena itu, golongan O sering disebut sebagai “universal donor”.
Huruf O memberikan gambaran yang jelas bahwa golongan darah ini tidak memiliki antigen A atau B. Konsep “nol” ini mudah dipahami dan diingat.
Dengan menggunakan huruf O, sistem penamaan golongan darah menjadi lebih sederhana dan logis. Golongan darah A memiliki antigen A, golongan darah B memiliki antigen B, golongan darah AB memiliki kedua antigen, dan golongan darah O tidak memiliki antigen A maupun B.
Hingga saat ini, sistem penamaan golongan darah yang paling umum digunakan adalah sistem ABO dan Rhesus.
Sistem ABO mengklasifikasikan golongan darah menjadi A, B, AB, dan O, sedangkan sistem Rhesus membagi golongan darah menjadi positif dan negatif berdasarkan keberadaan antigen Rh.