Sidoarjo, Ruang.co.id – Ribuan anggota Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur berkumpul di tanah seluas 98.468 meter persegi yang terletak di Tambak Oso, Sidoarjo, untuk menghadang rencana eksekusi yang akan dilakukan oleh juru sita Pengadilan Negeri Sidoarjo. Eksekusi tanah ini disebabkan oleh dugaan adanya manipulasi sertifikat dan peralihan hak tanah yang cacat hukum. Massa yang hadir berasal dari berbagai daerah, termasuk Sidoarjo dan Gresik, dengan beberapa orang menjaga area hingga radius 1 km dari lokasi lahan yang disengketakan. Mafia tanah yang diduga terlibat dalam kasus ini telah menimbulkan gelombang protes dari masyarakat yang menuntut keadilan. Kamis, (27/2/2025).
Sebelumnya, tanah yang dipermasalahkan dijual dengan harga Rp225 miliar, namun pembatalan transaksi tanah terjadi setelah pembeli gagal melunasi pembayaran. Selama pembatalan, ada indikasi bahwa penandatanganan dokumen palsu terjadi tanpa sepengetahuan pemilik sah tanah tersebut. Proses ini menimbulkan kekhawatiran bahwa seluruh peralihan hak tanah tersebut dilakukan dengan cara yang tidak sah dan tidak transparan.
Masalah semakin rumit karena pemilik tanah yang awalnya setuju dengan transaksi, tidak menerima pembayaran sesuai dengan yang dijanjikan. Sertifikat tanah yang terdaftar di BPN juga tidak sesuai dengan catatan yang ada, menambah bukti adanya pemalsuan sertifikat tanah yang merugikan pihak pemilik sah. Hal ini menyebabkan lahannya beralih kepemilikan menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Kejayan Mas, yang terindikasi merupakan bagian dari jaringan mafia tanah yang telah merampas hak mereka secara melawan hukum.
Massa yang berkumpul menuntut agar tanah tersebut dikembalikan kepada Miftahur Roiyan dan Elok Wahibah, yang merupakan pemilik sah tanah yang telah dirugikan. Kasus tanah Tambak Oso ini semakin mengundang perhatian publik karena pengalihan hak yang dilakukan dengan cara yang sangat meragukan.
Hukum sebagai panglima dalam kasus ini sangat penting untuk memastikan keadilan ditegakkan. Putusan pengadilan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) menyatakan bahwa sertifikat SHGB atas nama PT Kejayan Mas harus dikembalikan kepada pemilik sah. Hal ini menggarisbawahi bahwa proses peralihan hak tanah yang melawan hukum dapat dijadikan bukti kuat dalam perkara perdata.
Peralihan hak tanah yang cacat hukum ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi sistem hukum di Indonesia, bahwa setiap keputusan yang diambil oleh pejabat pengadilan tidak boleh merugikan pihak yang tidak bersalah. Sebagai contoh, perkara pidana yang melibatkan mafia tanah ini menunjukkan bahwa putusan pidana yang telah inkracht seharusnya menjadi bukti dalam perkara perdata, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1917 KUHPerdata. Dengan demikian, sertifikat tanah yang sah harus kembali kepada pemilik aslinya.
Dalam konteks ini, keadilan tidak bisa dipandang parsial. Pejabat pengadilan memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Mafia tanah yang menggunakan cara-cara ilegal untuk merampas hak rakyat harus ditindak tegas, agar tidak ada lagi pihak yang dirugikan oleh sistem yang tidak adil.
Fajar Yulianto, Koordinator Aliansi Anti Mafia Tanah Jawa Timur, menegaskan bahwa mereka tidak akan mundur hingga status kepemilikan tanah Tambak Oso dikembalikan kepada pemilik sah. Tuntutan untuk keadilan atas tanah ini semakin memanas, dan jika tidak dipenuhi, mereka akan kembali dengan lebih banyak massa untuk memperjuangkan hak mereka.