Ruang.co.id – Surabaya kini menjadi saksi bisu sebuah gerakan besar. Tim Ekotren OPOP Jawa Timur baru saja menggelar Rapat Kerja (Raker) intensif selama dua hari di Aria Centra Surabaya. Acara yang digelar pada 5-6 Mei 2025 ini bukan sekadar pertemuan biasa, melainkan sebuah langkah strategis untuk mewujudkan mimpi besar: memberdayakan 2.000 pesantren di Jawa Timur menjadi pusat pertumbuhan ekonomi syariah yang mandiri dan berkelanjutan.
Dr. Endy Alim Abdi Nusa, Ketua Harian OPOP Jatim, dengan penuh semangat memaparkan visi besar program ini. “Kami tidak sekadar membangun usaha, tapi menciptakan ekosistem ekonomi pesantren yang berdaya saing,” ujarnya. Konsep ini berdiri di atas tiga pilar utama yang saling terkait. Pesantrenpreneur menjadi fondasi dengan menguatkan unit-unit usaha milik pesantren. Santripreneur hadir untuk melahirkan generasi santri yang melek bisnis. Sedangkan Sosiopreneur menjamin dampak ekonomi ini bisa dirasakan masyarakat luas.
Data terbaru menunjukkan potensi luar biasa yang siap digarap. Dari 22.039 koperasi aktif di Jawa Timur, sebanyak 626 di antaranya merupakan koperasi pondok pesantren. Jumlah anggota mencapai 85.472 orang dengan volume usaha yang mencengangkan: Rp870,78 miliar. “Ini baru permulaan,” tegas Endy yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Timur.
Mohammad Ghofirin, Sekretaris Tim OPOP Jawa Timur, membeberkan target ambisius mereka. “Dalam lima tahun ke depan, kami akan fokus pada pendampingan intensif,” jelasnya. Pengalaman sukses memberdayakan 1.210 pondok pesantren pada periode 2019-2024 menjadi modal berharga. Yang menarik, strategi ini melibatkan berbagai pihak mulai dari Bank Indonesia, OJK, hingga perguruan tinggi ternama seperti ITS dan Unair.
Dr. KH. Akhmad Jazuli, Asisten 3 bidang Administrasi Umum Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, memberikan penekanan khusus pada peran strategis pesantren. “Pesantren bukan sekadar tempat mengaji,” ujarnya. Institusi ini menurutnya memikul tiga fungsi sekaligus: pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. “Bagaimana mungkin pesantren bisa memberdayakan masyarakat jika ekonominya sendiri belum mandiri?”
Program OPOP Jatim ini diharapkan mampu menciptakan efek domino positif. Pertumbuhan ekonomi pesantren akan menciptakan lapangan kerja baru, tidak hanya bagi santri tetapi juga warga sekitar. Produk-produk halal berbasis pesantren pun akan semakin dikenal luas. Yang tak kalah penting, kemandirian ekonomi ini akan memperkuat posisi pesantren sebagai pusat peradaban Islam yang modern dan relevan.
Meski optimis, tim OPOP Jatim menyadari sejumlah tantangan yang harus dihadapi. Koordinasi antarlembaga, pendampingan berkelanjutan, dan penguatan SDM menjadi fokus utama. Namun dengan semangat kolaborasi yang terbangun, target 2.000 pesantren mandiri pada 2030 bukanlah mimpi belaka.

