Anggota Komisi E Soroti Rujukan Puskesmas, Pasien BPJS PBI Butuh Penanganan Cepat Tanpa Birokrasi Berbelit

Pasien BPJS PBI Terhambat
dr Benjamin Kristianto MARS, Anggota Komisi E DPRD Jatim, menyoroti sistem rujukan Puskesmas yang menghambat penanganan pasien BPJS PBI. Foto: Istimewa
Ruang Gentur
Ruang Gentur
Print PDF

Ruang.co.id – Masih adanya warga pengguna BPJS kesehatan yang kurang mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik. Karena harus mengikuti prosedur yang kurang fleksibel menjadi sorotan anggota DPRD Jatim.

Salah satynya, anggota DPRD provinsi Jatim dr Benjamin Kristianto MARS, yang sangat intens menyoroti permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan ini.

Menurut dr Beny, biasa dia dipanggil, pihaknya meminta agar BPJS memberikan pelayanan yang terbaik dan fleksibel, sehingga masyarakat benar-benar bisa merasa nyaman.

Menurut dr Beny, panggilan akrab dr Benjamin Kristianto, beberapa waktu yang lalu pihaknya mengadakan pertemuan dengan direktur BPJS kepesertaan, dalam pertemuan itu dr Beny menceritakan keluhan masyarakat terkait kebijakan yang dibuat oleh BPJS.

“Banyaknya pemaksaan dalam “PBI” yang dibantu negara atau anggaran dari Kabupaten, banyak pasien dipersulit untuk pindah sesuai pilihan mereka. Makanya kemarin kita ada pembicaraan sosialisasi oleh direktur BPJS itu, ditekankan bahwa peserta bisa pindah sesuai dengan keinginan peserta. Jadi tidak dipaksa oleh pihak BPJS,” jelas dr Beny.

dr Beny menceritakan, peserta BPJS PBI tidak harus ke Puskesmas, seperti yang disampaikan oleh direktur Kepesertaan, bahwa BPJS PBI

tidak perlu berkoordinasi dengan Puskesmas jika ingin melakukan pemindahan tempat berobat.

“Tetapi dinas kesehatan ini kadang-kadang terlalu takut dengan bupatinya. Sehingga mereka hanya berpikiran soal PAD saja. Kapasitasnya itu nanti bisa mendapat pendapatan buat Puskesmas, dari Puskesmas akan disetor sebagai penghasilan PAD. Padahal mereka lupa bahwa itu bagian dari meningkatkan service pelayanan,” tandas politisi partai Gerindra ini.

Semisal, lanjut dr Beny, ada seorang ibu sudah tua, rumahnya hanya berjarak 5 meter dengan klinik, sementara letak Puskesmas lebih dari 1 kilometer dari rumahnya. Disamping terlalu jauh, ada biaya transportasi juga, ini menyulitkan peserta BPJS.

Baca Juga  DPRD Jatim Desak BPJS Utamakan Pelayanan Kesehatan daripada Keuangan

dr Beny juga mengatakan bahwa direktur BPJS itu jelas-jelas menyampaikan bahwa hak peserta untuk memilih, apapun pembayarannya.

“Artinya baik itu dibayar secara mandiri, oleh perusahaan atau dibayar oleh negara sebagai PBI ataupun dibayar oleh kabupaten kota, itu hak peserta untuk memilih. Tapi teknis di lapangan yang kadang-kadang dipersulit, malah koordinasi dengan dinas Kesehatan, dan dinas kesehatannya takut dengan Bupatinya, ” tukasnya.

“Saya sempat meninjau langsung ke lapangan. Saya melakukan riset, investigasi, dan banyak yang menyampaikan juga pada kami. Pak kami sudah pindah secara keinginan kami, eh tahu-tahu 3 bulan kemudian kami balik lagi dipindahkan ke Puskesmas.

Masalah – masalah seperti itu mohon ke dewasaannya dari dinas kesehatan, di manapun juga agar lebih mementingkan kepentingan masyarakat daripada memikirkan pendapatan PAD,” tutupnya.

Pasien BPJS PBI seringkali terlambat mendapatkan penanganan medis karena harus melalui rujukan Puskesmas, padahal seharusnya mereka bisa langsung ke Faskes kelas 1.

Dinas Kesehatan dianggap takut pada kepala daerah jika pendapatan dari kapitasi Puskesmas menurun, sehingga memaksa pasien BPJS untuk mendapatkan rujukan dari Puskesmas.

Dr Benjamin menyarankan agar sistem rujukan dievaluasi untuk memprioritaskan kesejahteraan pasien, bukan pendapatan daerah.

Meskipun BPJS mencakup 144 jenis penyakit, masih banyak kasus di luar daftar tersebut yang membutuhkan penanganan segera namun terhambat oleh birokrasi.