YLBHI: Pelarangan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Langgar HAM dan Toleransi

YLBHI pelarangan Jemaat Ahmadiyah pelanggaran HAM
FORKOPIMDA Kabupaten Kuningan melarang Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah. YLBHI dan LBH Bandung mengecam tindakan ini sebagai pelanggaran HAM dan toleransi beragama.
Ruang redaksi
Print PDF

Surabaya, Ruang.co,id – Tindakan FORKOPIMDA Kabupaten Kuningan yang melarang pertemuan tahunan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah menuai kecaman dari berbagai organisasi, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Forum Masyarakat untuk Toleransi (FORMASSI) Jawa Barat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB). Larangan tersebut bahkan disertai ancaman pembongkaran venue serta sweeping terhadap tamu yang hadir.

Menurut pernyataan resmi YLBHI, tindakan ini tidak hanya melanggar hukum tetapi juga bertentangan dengan semangat toleransi dan kebhinekaan yang dijunjung tinggi oleh Konstitusi Indonesia. “Jalsah Salanah adalah kegiatan sah yang tidak melanggar hukum, dan seharusnya pemerintah melindungi kegiatan ini, bukan melarang,” ujar salah satu perwakilan LBH Bandung.

YLBHI menegaskan bahwa pelarangan ini melanggar beberapa pasal penting dalam UUD 1945, seperti Pasal 29 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Selain itu, Pasal 28E ayat (3) juga menjamin kebebasan berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat.

Lebih jauh lagi, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa pelarangan terhadap aktivitas keagamaan seperti Jalsah Salanah termasuk bentuk pelanggaran HAM, di mana negara seharusnya hadir untuk melindungi hak tersebut, bukan malah menjadi aktor pelanggarannya.

Penolakan oleh perangkat negara, termasuk Pemda Kuningan, Polres Kuningan, dan DPRD Kuningan, menunjukkan keterlibatan aktif pemerintah dalam pelanggaran HAM. “Negara tidak hanya lalai, tetapi juga secara terang-terangan berperan aktif dalam tindakan intoleransi ini,” ujar salah satu perwakilan JAKATARUB.

Organisasi-organisasi HAM yang mengecam tindakan tersebut memberikan sejumlah tuntutan, antara lain:

  • Meminta Presiden, Kementerian Agama, dan Kapolri untuk turun tangan menghentikan larangan kegiatan Jalsah Salanah.
  • Mendesak Forkopimda Kuningan untuk menghormati kebebasan beragama sesuai amanat konstitusi.
  • Mengutuk keterlibatan aktif pemerintah daerah dalam aksi intoleransi dan pelanggaran HAM ini.
  • Merekomendasikan evaluasi terhadap Pemda Kuningan, Polres Kuningan, dan DPRD atas keterlibatan mereka dalam pelarangan kegiatan ini.

Kasus pelarangan Jalsah Salanah ini dinilai semakin memperburuk citra toleransi beragama di Indonesia. Jika tidak segera ditangani, tindakan seperti ini bisa menjadi preseden buruk yang mengancam kebhinekaan Indonesia. Negara, yang seharusnya melindungi setiap warga negaranya, justru terlihat abai dan cenderung represif terhadap kelompok minoritas.

Menegakkan kebhinekaan dan toleransi bukan hanya tugas masyarakat, tetapi juga kewajiban negara. Pelarangan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah oleh FORKOPIMDA Kuningan menunjukkan bahwa masih ada pekerjaan besar yang harus dilakukan untuk memastikan kebebasan beragama di Indonesia benar-benar terwujud.