Mobil Disita di Exit Tol Waru? Kisah Sahlan Azwar Malah Ajukan Praperadilan

Praperadilan Sahlan Atas Prosedur Penyitaan Kendaraan oleh Polantas
Pengacara Sahlan Azwar ajukan praperadilan terkait penyitaan mobilnya, soroti masalah sistemik penanganan kendaraan sitaan Polantas yang kerap terbengkalai. Foto: Istimewa
Mascim
Mascim
Print PDF

Ruang.co.id – Kasus praperadilan yang akan diajukan Dr. Sahlan Azwar terhadap Polantas Jatim III akibat praktik penyitaan kendaraan yang selama ini luput dari perhatian publik. Pengacara Surabaya ini akan mengajukan permohonan praperadilan setelah mobil Vellfire bernopol S 414 WT disita di Exit Tol Warugunung pada 8 Agustus 2025. Penyitaan dilakukan karena STNK kendaraan telah mati selama lima tahun, meski pengemudi saat itu menunjukkan sikap kooperatif.

Sahlan dalam pernyataannya mengapresiasi teknologi pembaca plat nomor canggih milik kepolisian yang mampu meminimalisir kasus curanmor. Namun ia menyoroti dengan tajam nasib kendaraan-kendaraan sitaan yang kerap berakhir mengenaskan. “Banyak unit terbengkalai tak terawat di tempat penyimpanan, bahkan sampai rusak parah,” ujarnya. Kritik ini menyentuh langsung masalah penegakan hukum lalu lintas.

Pengacara yang dikenal vokal ini menegaskan, penyitaan kendaraan harus diikuti tanggung jawab perawatan yang proporsional. “Masyarakat membeli kendaraan dengan keringat sendiri, tapi saat disita diperlakukan semena-mena,” tegas Sahlan. Ia mendesak kepolisian menyediakan fasilitas penyimpanan layak sebelum melakukan penyitaan, sebagai bentuk penghormatan terhadap hak properti warga.

Lebih dalam lagi, Sahlan mempertanyakan sistem pengembalian kendaraan sitaan yang dinilainya pasif. “Data pemilik lengkap ada di sistem, tapi tak ada upaya proaktif menghubungi,” paparnya. Padahal menurut Undang-Undang Lalu Lintas, kepolisian seharusnya menjadi pihak yang aktif memfasilitasi proses pengembalian.

Baca Juga  Abolisi dan Amnesti: Sahlan Azwar Beberkan Hukum Indonesia Tumbang oleh Politik

Fakta di lapangan menunjukkan banyak kendaraan sitaan justru semakin rusak karena lamanya proses penanganan. “Motor dan mobil yang seharusnya bisa dikembalikan dalam kondisi baik, malah jadi lecet dan dan catnya pudar karena salah urus,” kritik Sahlan. Ini menjadi preseden buruk bagi citra penegak hukum yang seharusnya melindungi hak masyarakat.

Yang lebih mengkhawatirkan, Sahlan menyebut adanya indikasi kuat penyalahgunaan kendaraan sitaan oleh oknum tertentu. “Beredar kabar ada yang memperdagangkan atau mengada-adakan kendaraan sitaan,” ungkapnya serius. Praktik semacam ini jelas bertentangan dengan tujuan awal penertiban berlalu lintas.

Pengacara berpengalaman ini menekankan pentingnya audit menyeluruh terhadap kendaraan sitaan. “Harus ada sistem pencatatan digital yang transparan, bisa diakses publik, dengan bukti fisik yang jelas,” usulnya. Transparansi menjadi kunci untuk memutus rantai penyalahgunaan wewenang dalam penanganan barang bukti.

Baca Juga  Analisis Sahlan Azwar Soal Dampak Revolusioner Pemilu Terpisah 2029

Sahlan menegaskan bahwa gugatan praperadilan ini bukan bentuk perlawanan terhadap institusi kepolisian. “Ini murni check and balance melalui jalur hukum yang sah,” jelasnya. Ia berharap kasus ini menjadi momentum evaluasi menyeluruh prosedur penanganan kendaraan sitaan.

“Polisi berhak menilang, masyarakat berhak mengkritik jika ada ketidakberesan,” tegas Sahlan. Sikap ini mencerminkan prinsip demokrasi dimana kontrol sosial terhadap aparat merupakan keniscayaan. Gugatan praperadilan ini diharapkan mampu memacu perbaikan sistem penegakan hukum lalu lintas yang lebih manusiawi.

Di sisi lain, langkah Sahlan sebagai upaya memperjuangkan hak dasar warga negara. “Ini bukan sekadar kasus mobil mewah yang disita, tapi tentang prosedur hukum yang berkeadilan,” Pungkas Sahlan. Dampak gugatan ini diharapkan bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya pemilik kendaraan mewah.