Gowok: Dendam, Asmara, dan Rahasia Kelam Pendidikan Seksual Jawa yang Terkubur

Film Gowok Hanung Bramantyo
Poster film Gowok: Kamasutra Jawa dengan dominasi warna emas dan merah, menampilkan siluet Ratri dengan tatapan misterius. Foto:@IG_moviezy.id
Ruang Ilham
Ruang Ilham
Print PDF

Ruang.co.id – Sinema Indonesia kembali diguncang oleh kehadiran Gowok: Kamasutra Jawa, film terbaru Hanung Bramantyo yang berani mengusik ranah tabu. Setelah memantik perdebatan di International Film Festival Rotterdam 2025, film berdurasi 2 jam 10 menit ini siap tayang di bioskop pada 5 Juni 2025. Trailer yang dirilis awal Mei lalu langsung menjadi perbincangan hangat, bukan hanya karena visualnya yang memukau, tapi juga karena keberaniannya mengangkat profesi gowok – sebuah tradisi Jawa kuno yang jarang diekspos.

Apa sebenarnya gowok itu? Dalam budaya Jawa, gowok merupakan perempuan ahli yang bertugas mempersiapkan pemuda secara seksual dan domestik sebelum pernikahan. Film ini mengisahkan Ratri, murid seorang gowok ternama bernama Nyai Santi, yang terperangkap dalam konflik cinta terlarang dengan Jaya, seorang bangsawan. Kisah berbelit muncul ketika Ratri dewasa (kini sebagai Nyai Ratri) harus menghadapi masa lalunya melalui Bagas, anak Jaya yang justru menjadi muridnya.

Dibalik Kontroversi Adegan Intim dan Kritik Sosial

Hanung Bramantyo tidak setengah-setengah dalam menggambarkan kompleksitas relasi kuasa antara gowok dan muridnya. Adegan-adegan intim yang ditampilkan bukan sekadar untuk sensasi, melainkan sebagai alat kritik terhadap hipokrisi masyarakat Jawa yang gemar menyembunyikan nafsu di balik tirai kesopanan. Film ini dengan cerdik mempertanyakan: mengapa pengetahuan seksual yang merupakan bagian dari warisan budaya justru dianggap aib?

Konflik kelas sosial juga menjadi tulang punggung cerita. Penolakan Nyai Santi terhadap hubungan Ratri-Jaya mengungkap luka lama feodalisme Jawa yang masih relevan hingga kini. Ketika Ratri dan Bagas melampaui batas, film ini seakan menampar penonton dengan pertanyaan moral: bisakah cinta benar-benar setara ketika terjerat dalam hierarki guru-murid?

Pesona Visual dan Simbolisme Budaya yang Menggugah

Tidak hanya konten yang berani, Gowok juga memukau dari segi sinematografi. Setiap frame dipenuhi dengan simbol-simbol budaya Jawa yang sarat makna: dari pola batik yang mencerminkan status sosial, hingga permainan bayangan yang menggambarkan dualitas manusia. Adegan ritual pembersihan diri sebelum pengajaran seksual, misalnya, dihadirkan dengan estetika yang hampir mirip tarian sakral.

Baca Juga  Jadwal Tayang Film Cinta Tak Pernah Tepat Waktu di Bioskop Surabaya Hari Ini 16 Februari 2025

Nuansa mistis sengaja dibalut warna warm tone dan pencahayaan rendah, menciptakan atmosfer suffocating yang sesuai dengan tema “pengetahuan terlarang”. Kostum Nyai Ratri yang didominasi kemben coklat tua dan merah marun bukan hanya indah secara visual, tapi juga menyimbolkan perpaduan antara kearifan dan gairah yang terpendam.

Mengapa Film Ini Layak Ditonton?

Bagi pencinta sejarah, Gowok adalah jendela langka untuk memahami sisi erotisisme Jawa kuno yang sering dihilangkan dari buku pelajaran. Penggemar drama psikologis akan dimanjakan dengan karakter-karakter ambigu yang terus bertransformasi sepanjang cerita. Sementara itu, penikmat seni rupa bisa mengapresiasi bagaimana Hanung Bramantyo dan timnya menghidupkan kembali estetika Jawa abad ke-18 dengan akurasi yang mengagumkan.

Lebih dari sekadar film, Gowok: Kamasutra Jawa adalah cermin yang memaksa kita berhadapan dengan pertanyaan sulit: sejauh mana kita bisa menerima warisan budaya yang bertentangan dengan nilai modern? Dengan narasi yang padat dan visual memukau, karya Hanung ini berpotensi menjadi film Indonesia paling provokatif sepanjang 2025.

Praktik gowok secara resmi sudah punah, namun beberapa komunitas di pedalaman Jawa masih memegang prinsip serupa dalam bentuk konseling pranikah tradisional.

Film ini kemungkinan besar akan mendapat klasifikasi 17+ karena mengandung adegan intim dan tema dewasa yang intens.

Gowok mengajarkan pendekatan holistik yang memadukan spiritualitas Jawa dan teknik fisik, sementara seksologi modern berbasis ilmu biomedis dan psikologi.