Ruang.co.id – Penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Laut seluas 667 hektar di kawasan timur Sidoarjo telah memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat. Meskipun telah ditinjau oleh Pj. Gubernur Jawa Timur dan Plt. Bupati Sidoarjo bersama Forkompimda, masalah ini terus memunculkan kontroversi. Baru-baru ini, tiga kelompok elemen masyarakat Sidoarjo menggelar aksi unjuk rasa untuk menuntut pencabutan SHGB tersebut, yang diketahui dikeluarkan atas nama sejumlah perusahaan.
Pada Kamis, 30 Januari 2025, sekitar seratus massa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Sidoarjo (GPS), Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), dan Lembaga Missi Reclasseering (LMR-RI) Komisariat Sidoarjo berkumpul di kantor Pertanahan Sidoarjo. Dalam aksi ini, mereka menyuarakan keprihatinan mereka terhadap penerbitan SHGB Laut seluas 667 hektar di wilayah Sidoarjo yang, menurut mereka, merugikan masyarakat lokal, khususnya para nelayan.
Salah satu tuntutan utama mereka adalah agar Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Sidoarjo mencabut izin SHGB Laut tersebut. Massa juga mendesak agar pihak berwenang tidak lagi menerbitkan SHGB Laut yang dianggap akan memperburuk kondisi sosial dan ekonomi di Sidoarjo.
Menanggapi tuntutan tersebut, Muh. Rizal, Kepala Kantah Sidoarjo, memberikan klarifikasi di hadapan para pengunjuk rasa. Ia menjelaskan bahwa SHGB Laut yang diterbitkan pada tahun 1996 tersebut telah berakhir masa berlakunya. Sesuai dengan Undang-Undang Pertanahan, SHGB dapat diterbitkan dengan jangka waktu maksimal 30 tahun, dan tidak dapat diperpanjang atau dialihkan.
“Kami bersama pejabat provinsi dan Plt. Bupati beberapa hari yang lalu telah meninjau langsung lokasi SHGB seluas 667 hektar tersebut. Kini, sebagian besar area tersebut sudah tergerus air laut, dan dipastikan bahwa SHGB Laut tersebut tidak akan diterbitkan kembali,” ujar Rizal.
Koordinator aksi GPS, Nanang Romi, menegaskan bahwa penerbitan SHGB Laut tersebut sangat merugikan masyarakat Sidoarjo, terutama nelayan yang menggantungkan hidupnya di sekitar wilayah tersebut. Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait SHGB Laut yang digunakan sebagai agunan pinjaman di bank.
“Yang sangat meresahkan adalah kenyataan bahwa SHGB Laut ini diagunkan untuk pinjaman bank. Kami mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa pihak yang bertanggung jawab, termasuk bank yang terlibat, tidak lolos dari tindakan hukum,” kata Nanang.
Setelah aksi di Kantah Sidoarjo, para pengunjuk rasa melanjutkan aksinya ke Gedung DPRD Sidoarjo. Di sana, mereka diterima oleh Wakil Ketua DPRD Sidoarjo, Warih Andono, yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi A. Dalam pertemuan tersebut, Warih menegaskan komitmen DPRD Sidoarjo untuk terus menindaklanjuti permasalahan SHGB Laut ini.
“Masalah SHGB Laut harus diselesaikan bersama. Kami akan terus memfasilitasi semua pihak, termasuk aparat penegak hukum, untuk menyelesaikan permasalahan ini. Kami juga berharap akan ada putusan pengadilan yang jelas terkait status SHGB Laut ini,” ujar Warih.
Dengan adanya aksi unjuk rasa ini, masyarakat Sidoarjo berharap agar kasus SHGB Laut 667 hektar dapat diselesaikan secara transparan dan adil. Mereka menuntut agar pihak berwenang tidak hanya berhenti pada pernyataan, tetapi mengambil langkah nyata untuk mencegah kerugian lebih lanjut bagi masyarakat. Tentu saja, penyelesaian yang melibatkan semua pihak, termasuk pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat, sangat dibutuhkan agar masalah ini tidak berlarut-larut dan merugikan pihak manapun.