May Day 2025: SAPMA PP Jatim dan Buruh Serukan Keadilan Upah & Hapus Omnibus Law!

May Day 2025
SAPMA PP Jatim dan ribuan buruh gelar aksi May Day 2025 tuntut revisi Omnibus Law, kenaikan UMP layak, dan perlindungan pekerja. Foto: Istimewa
Mascim
Mascim
Print PDF

Ruang.co.id – Peringatan May Day 2025 di Jawa Timur menjadi lebih dari sekadar ritual tahunan. Di tengah catatan suram ketenagakerjaan Indonesia—di mana 1% orang terkaya menguasai 47% kekayaan nasional (Oxfam, 2024)—SAPMA PP (Satuan Siswa, Pelajar, dan Mahasiswa Pemuda Pancasila) bersama ribuan buruh turun menyuarakan. Tuntutan mereka jelas, penghapusan ketidakadilan sistemik, mulai dari revisi Omnibus Law Jilid 2 hingga penyesuaian upah minimum provinsi (UMP) yang benar-benar layak.

Arderio Hukom, Ketua SAPMA PP Jatim, dalam keteranganya menyebut situasi ini sebagai “krisis martabat pekerja”. Data BPS (2025) menunjukkan upah buruh hanya naik 1.2% per tahun, sementara harga sembako melonjak 12-15%. “Ini bukan lagi persoalan ekonomi, tapi penghisapan struktural,” tegasnya.

Sorotan utama aksi May Day 2025 adalah penolakan terhadap fleksibilisasi tenaga kerja lewat Omnibus Law Jilid 2. Aturan yang dianggap “merampas hak pekerja” ini memungkinkan perpanjangan masa kontrak outsourcing hingga 5 tahun dan menghilangkan sanksi bagi pelanggar UU K3. Padahal, survei Serikat Buruh Jatim (2025) menemukan 68% pekerja outsourcing menerima upah di bawah UMP.

“Fleksibilitas yang digaungkan pemerintah justru menjadi pintu eksploitasi,” kritik Hukom. SAPMA PP mendesak penguatan pengawasan ketenagakerjaan dan sanksi tegas bagi perusahaan yang melanggar, termasuk pencabutan izin usaha.

Angka UMP Jatim 2025 sebesar Rp3,4 juta—hanya Rp200 ribu di atas garis kemiskinan (Rp3,2 juta)—menjadi bukti kegagalan formula penghitungan upah. Ironisnya, laba 5 konglomerat terbesar di Indonesia justru melesat 34% (Forbes Asia, 2025). “Buruh dipaksa hidup pas-pasan, sementara pemilik modal menumpuk kekayaan,” protes salah satu peserta aksi dari serikat buruh tekstil.

SAPMA PP mengusulkan formula baru penghitungan UMP yang memasukkan variabel tunjangan inflasi dan kebutuhan hidup layak (KHL). “Tanpa ini, keadilan sosial hanya ilusi,” tegas Hukom.

Baca Juga  Resmi Naik 6,5%, Ini Daftar Lengkap UMP 2025 di Seluruh Provinsi

Temuan BPS (2024) bahwa 75% sarjana bekerja serabutan dengan upah di bawah Rp2 juta menguak kegagalan sistem pendidikan dan ketenagakerjaan. “Lulusan S1 dipaksa jadi driver ojol atau karyawan toko karena lapangan kerja formal menyempit,” papar aktivis SAPMA PP asal Universitas Airlangga.

Mereka menuntut revisi kebijakan rekrutmen yang kerap mensyaratkan usia maksimal 25 tahun dan pengalaman 3 tahun untuk posisi entry-level. “Bagaimana mungkin fresh graduate bisa bersaing jika aturannya diskriminatif?”

Skandal penahanan ijazah oleh CV Sentosa Seal di Surabaya menjadi simbol lemahnya penegakan hukum ketenagakerjaan. Padahal, UU No. 13/2003 jelas melarang praktik semacam ini. SAPMA PP mendesak sanksi pidana bagi oknum perusahaan yang melanggar, bukan sekadar denda administratif. “Pengawasan harus menjangkau hingga level pemilik kebijakan di perusahaan,” tambah Hukom.

Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa, melainkan gerakan pencerahan. “Kami mengubah amarah menjadi agenda perbaikan,” ujar Hukom. SAPMA PP berkomitmen mengawal tuntutan ini lewat jalur hukum, dialog publik, dan tekanan politik.

May Day 2025 menjadi penanda bahwa perlawanan terhadap ketidakadilan tak akan padam. SAPMA PP dan buruh Jatim mengingatkan pemerintah: “Kami bukan angka statistik, tapi manusia yang menuntut hak hidup layak.”