Ruang.co.id – Galeri Merah Putih di kompleks Balai Pemuda Surabaya menjadi saksi bisu pertemuan antara tradisi dan modernitas melalui pameran tunggal Khusnul Bahri bertajuk Contemporary Ethnic. Seniman kelahiran Madura ini menghadirkan 16 karya lukisan yang tidak sekadar indah dipandang, tetapi juga sarat dengan pesan budaya, sosial, dan religi. Sebagai alumni IKIP Surabaya (kini UNESA) dan mantan guru seni rupa di SMKN 12 Surabaya, Khusnul membuktikan bahwa pensiun dari dunia pendidikan justru membuka ruang lebih luas untuk berekspresi.
Kekuatan utama pameran ini terletak pada kemampuan Khusnul meramu unsur-unsur budaya Jawa dan Madura ke dalam bahasa visual yang segar dan relevan untuk zaman sekarang. Salah satu karyanya yang paling menyentuh adalah reinterpretasi tokoh Gareng, figur Punokawan yang sering diidentikkan dengan kaum marginal. Namun di tangan Khusnul, Gareng berubah menjadi simbol ketangguhan dan semangat belajar.
“Melalui tokoh Gareng, saya ingin menyampaikan bahwa keterbatasan bukan akhir segalanya,” ujar Khusnul saat ditemui di lokasi pameran. Pendekatan serupa terlihat dalam karya bertema Idul Adha, di mana ia menggunakan simbol sapi kurban untuk menggambarkan nilai kebersamaan dan pengorbanan dalam kehidupan beragama.
Tidak hanya budaya lokal yang menjadi inspirasi, nuansa religi juga mengalir deras dalam karya-karya Khusnul. Lukisan kaligrafi yang dipamerkan menunjukkan kedalaman spiritual sang seniman, sementara visualisasi ritual keagamaan ditampilkan dengan gaya yang kontemporer namun tetap menghormati nilai-nilai sakral.
Karya-karya tersebut dibuat menggunakan media cat akrilik di atas kanvas, dengan harga berkisar antara 3 hingga 15 juta rupiah. Rentang harga ini mencerminkan apresiasi terhadap kualitas dan makna yang terkandung dalam setiap karya.
Yang menarik, meski berlatar belakang budaya lokal yang kuat, karya-karya Khusnul ternyata telah menembus pasar internasional. Beberapa kolektor dari Swedia hingga Brasil telah memiliki lukisannya, membuktikan bahwa seni yang jujur dan penuh makna bisa berbicara melintasi batas geografis.
“Bagi saya, pameran ini bukan sekadar eksibisi karya, melainkan medium berdialog dengan masyarakat,” tutur Khusnul. Pernyataan ini menggarisbawahi filosofi seninya yang melihat karya seni sebagai jembatan antara seniman dan penikmatnya.

