Pria Ternyata Lebih Rapuh Saat Patah Hati: Studi Buktikan Risiko Kematian 2x Lipat!

Sindrom patah hati
Fakta mengejutkan! Pria justru lebih rentan tewas akibat sindrom patah hati ketimbang wanita. Ilustrasi Foto: @Freepik
Ruang Sely
Ruang Sely
Print PDF

Ruang.co.id – Perasaan hancur setelah putus cinta atau kehilangan orang tercinta bukan hanya soal kesedihan biasa. Sindrom patah hati (kardiomiopati Takotsubo) ternyata bisa menjadi pembunuh diam-diam, terutama bagi pria. Fakta mengejutkan terungkap dari studi terbaru: pria memiliki risiko kematian dua kali lebih tinggi dibanding wanita ketika mengalami kondisi ini.

Mengapa Pria Lebih Rentan? Analisis Medis yang Mengejutkan

Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of the American Heart Association menganalisis data 200.000 pasien di AS. Hasilnya, meski 90% kasus terjadi pada wanita, angka kematian justru lebih tinggi pada pria. 11,2% pria meninggal, sementara wanita hanya 5,6%.

Akar masalahnya terletak pada tiga faktor kunci:

Pertama, pria cenderung mengalami stres fisik ekstrem seperti operasi besar atau cedera sebagai pemicu utama. Kedua, budaya toxic masculinity membuat pria menekan emosi hingga gejala awal terabaikan. Ketiga, komplikasi seperti gagal jantung dan aritmia lebih ganas pada anatomi jantung pria.

Tanda-Tanda yang Sering Diabaikan

Sindrom ini kerap disalahartikan sebagai serangan jantung biasa. Padahal, ada tanda khusus yang muncul setelah trauma emosional:

  • Nyeri dada tiba-tiba seperti diremas
  • Napas pendek tanpa sebab jelas
  • Keringat dingin dan pusing berlebihan

Pemicu di Balik Kondisi Mematikan Ini

Selain penyebab klasik seperti ditinggal mati pasangan atau putus cinta traumatis, para ahli menemukan pola unik:

  • Pria paruh baya yang kehilangan pekerjaan rentan mengalami ini
  • Stres finansial jangka panjang bisa memicu kerusakan jantung permanen
  • Trauma kecelakaan atau bencana alam juga termasuk pemicu fisik

Langkah Protektif yang Bisa Menyelamatkan Nyawa

Dr. Sarah Johnson, ahli kardiologi dari Mayo Clinic, menekankan pentingnya manajemen stres berbasis gender. Untuk pria, olahraga teratur seperti angkat beban terbukti menurunkan hormon kortisol. Sementara terapi kelompok terbukti efektif untuk wanita.

Yang paling krusial, jangan remehkan gejala emosional. “Jika Anda terus-menerus merasa sesak setelah mengalami kejadian traumatis, segera periksa ke dokter,” tegasnya. Alat diagnostik seperti EKG dan ekokardiogram bisa mendeteksi kelainan jantung sejak dini.

Mitos vs Fakta Seputar Sindrom Ini

Banyak yang mengira kondisi ini hanya terjadi pada kaum romantis. Nyatanya, data menunjukkan 54% kasus dipicu oleh stres non-romansa seperti konflik keluarga atau tekanan kerja. Mitos lain yang berbahaya adalah anggapan bahwa “pria harus kuat”. Justru, penumpulan emosi adalah faktor utama yang memperparah kondisi.

Panduan Praktis untuk Mencegah Tragedi
  • Lakukan latihan pernapasan 10 menit sehari untuk kontrol stres
  • Batasi konsumsi kafein dan alkohol yang memperberat kerja jantung
  • Bangun sistem support group dengan teman atau komunitas

Ya, 10% pasien mengalami rekurensi, terutama jika tidak mengelola stres dengan baik.

Serangan jantung biasanya disertai penyumbatan arteri, sedangkan Takotsubo menunjukkan pembengkakan ventrikel kiri tanpa sumbatan.

Kasus tertinggi terjadi pada usia 50+, tapi generasi milenial dengan gaya hidup stres mulai menunjukkan peningkatan kasus.