Ruang.co.id – Suasana haru dan semangat kebangsaan memenuhi Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya pada Rabu malam (28/5). Ribuan santri, tokoh masyarakat, dan pejabat pemerintah berkumpul dalam acara istighosah dan seminar kebangsaan yang mengusung tema besar: āPengusulan Gelar Pahlawan Nasional KH. Yusuf Hasyimā.
Di antara deretan tamu kehormatan, tampak Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa duduk khidmat mendengarkan paparan tentang perjuangan sang ulama-pejuang. “Ini bukan sekadar formalitas,” ujar Khofifah dengan mata berbinar, “tapi upaya kita mengukuhkan ingatan sejarah bangsa tentang para pahlawan yang sering terlupakan.”
KH. Yusuf Hasyim bukanlah nama asing di kalangan Nahdlatul Ulama. Tokoh yang memimpin Laskar Hizbullah ini tercatat sebagai salah satu aktor penting dibalik keberhasilan mempertahankan kedaulatan Indonesia pasca-Proklamasi. Peristiwa heroik 10 November 1945 di Surabaya menjadi saksi bisu ketangguhan beliau memimpin para santri melawan penjajah.
Yang membuat kisahnya lebih istimewa, perjuangan itu dimulai sejak usia belia. “Bayangkan, di usia 12 tahun ketika anak-anak lain masih bermain, KH Yusuf Hasyim sudah turun ke medan perang,” ungkap KH. Asep Saifuddin Chalim, Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah, dengan suara bergetar.
Panitia telah menyiapkan arsip-arsip langka tentang perjalanan hidup sang ulama. Dokumen-dokumen yang selama ini tersimpan rapi di perpustakaan pesantren kini dihimpun untuk diserahkan kepada Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD).
“Ada surat-surat diplomasi, foto lawas, bahkan catatan tangan beliau saat memimpin pertahanan Madiun,” jelas KH. Asep. Kota yang nyaris menjadi negara boneka penjajah itu berhasil diselamatkan berkat strategi brilian KH Yusuf Hasyim.
Acara yang digelar di komplek pesantren bersejarah ini tidak hanya dihadiri oleh kalangan ulama. Tampak seragam dinas dari perwakilan Kodam, akademisi sejarah, hingga aktivis kebangsaan memadati aula utama.
Seorang profesor sejarah dari Universitas Airlangga yang hadir sebagai narasumber menegaskan, “Ini adalah momentum tepat. Kontribusi para ulama dalam kemerdekaan selama ini kerap terpinggirkan dalam buku-buku sejarah resmi.”
Di penghujung acara, semua peserta berdiri khidmat mengikuti istighosah akbar. Doa-doa dipanjatkan agar perjuangan pengusulan gelar ini berhasil. Bukan sekadar untuk penghargaan, tapi lebih sebagai penyelamatan memori kolektif bangsa tentang arti sejati perjuangan.
“Jika bukan karena jasa beliau, peta Jawa Timur mungkin akan berbeda hari ini,” tutur Khofifah dalam closing statement-nya. Sebuah pernyataan yang menggambarkan betapa vitalnya peran KH Yusuf Hasyim dalam sejarah republik ini.

