Ruang.co.id – Indonesia kembali menghadapi ancaman subvarian baru Omicron yang kini mendominasi penyebaran Covid-19. Menurut Dicky Budiman, Epidemiolog Griffith University, varian ini telah menggantikan Delta dan Kappa sejak awal tahun. Mutasi pada protein spike-nya membuat virus lebih mudah menular, meski tidak lebih mematikan. “Ini seperti balapan antara vaksin dan mutasi virus. Kabar baiknya, kekebalan komunitas kita sudah lebih kuat,” ujar Dicky. Jumāat, (13/6/2025).
Mengapa Subvarian Ini Lebih Cepat Menyebar?
Ahli virologi menemukan bahwa subvarian terkini Omicron memiliki kemampuan escape immunity lebih tinggi. Artinya, virus ini sedikit lebih lihai menghindar dari antibodi, baik alami maupun hasil vaksinasi. Namun, Dicky menekankan bahwa vaksin tetap menjadi tameng utama. “Replikasi virus pada orang yang divaksinasi jauh lebih rendah, sehingga mengurangi risiko mutasi berbahaya,” jelasnya.
Fenomena recombinant virus atau persilangan antar-subvarian Omicron juga menjadi penyebab sirkulasi cepat. Di Thailand dan Singapura, kasus harian melonjak 40% dalam sepekan, meski rawat inap tetap stabil. “Ini membuktikan bahwa gejala subvarian baru cenderung ringan, mirip flu biasa,” tambah Dicky.
Perbedaan Gejala Subvarian Baru vs Varian Lama
Jika varian Delta dulu dikenal dengan gejala hilangnya indra penciuman, subvarian Omicron terkini lebih sering memicu nyeri tenggorokan, pilek, dan kelelahan. Beberapa pasien juga melaporkan mata berair dan suara serak. “Gejalanya mirip infeksi saluran pernapasan atas, tapi tes PCR tetap diperlukan untuk konfirmasi,” kata Dicky.
Strategi Pencegahan Terkini Menurut Ahli
Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan surat edaran kewaspadaan, mengimbau masyarakat tidak lengah. Protokol 5M plus masih relevan, terutama pemakaian masker di tempat ramai dan berventilasi buruk. “Masker bedah tiga lapis lebih direkomendasikan daripada kain,” saran Dicky.
Untuk kelompok rentan seperti lansia dan komorbid, vaksin booster dosis kedua menjadi kunci. Data terbaru menunjukkan, antibodi netralisasi meningkat signifikan setelah booster, bahkan terhadap subvarian baru. “Virus butuh inang untuk bermutasi. Semakin sedikit yang terinfeksi, semakin kecil peluang munculnya varian ganas,” tegas Dicky.
Proyeksi Tren Covid-19 di Indonesia
Meski kasus diperkirakan naik seiring mobilitas Lebaran 2025, para ahli yakin lonjakan tidak akan setajam gelombang Delta 2021. “Faktor kekebalan hybrid (alami+vaksin) dan sifat virus yang kini lebih ringan membuat situasi terkendali,” papar Dicky. Namun, surveilans genomik harus terus diperkuat untuk mendeteksi mutasi berpotensi berbahaya.

