Ruang.co.id – Hari ini menjadi titik balik penting dalam pola pengasuhan di Indonesia. Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah secara resmi berlaku mulai 14 Juli 2025, sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran BKKBN Nomor 7 Tahun 2025. Kebijakan yang merupakan bagian dari Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) ini bukan sekadar formalitas, melainkan langkah strategis membangun generasi lebih sehat secara mental. Senin, (14/7/2025).
Data dari lembaga terpercaya seperti UNICEF dan BPS mengungkap potret miris pengasuhan anak di Indonesia. Tercatat 20,9% anak tumbuh tanpa figur ayah, sementara hanya 37,17% balita yang mendapat pengasuhan lengkap dari kedua orang tua. Padahal, penelitian menunjukkan keterlibatan ayah mengurangi 33% risiko gangguan mental pada remaja – masalah yang saat ini hanya terdeteksi oleh 4,3% orang tua.
Sekretaris Menteri Kemendukbangga/BKKBN, Budi Setiyono menegaskan, “Kehadiran ayah di hari pertama sekolah membangun rasa aman dan motivasi belajar anak.” Pernyataan ini diperkuat oleh temuan KPAI tentang pentingnya pendampingan orang tua dalam pendidikan. Tidak hanya ASN, seluruh ayah di Indonesia didorong berpartisipasi aktif dalam gerakan transformatif ini.
Gerakan ini menjadi katalis perubahan paradigma pengasuhan tradisional. Melalui program SEBAYA dan Desa Ayah Teladan, BKKBN ingin menciptakan ekosistem dimana ayah tidak hanya menjadi provider, tapi juga pendidik utama. “Dengan memahami langsung dinamika sekolah, ayah bisa memberikan pendampingan yang tepat,” jelas Budi.
Fakta menunjukkan anak dengan ayah terlibat aktif cenderung lebih percaya diri dan berprestasi. Inilah yang mendasari tiga pilar GATI: pendidikan, konseling keluarga, dan pembangunan komunitas ayah. Sebuah pendekatan holistik untuk memutus rantai pengasuhan tidak seimbang yang telah berlangsung puluhan tahun.
Kebijakan ini bukan sekadar program temporer, melainkan investasi SDM jangka panjang. Dengan melibatkan ayah sejak dini, diharapkan dapat menekan angka putus sekolah dan meningkatkan kualitas hasil belajar. Yang lebih penting, ikatan emosional yang terbangun akan menjadi fondasi kesehatan mental anak di masa depan.
Masyarakat pun mulai menyadari, mengantar anak sekolah bukan sekadar kewajiban, tapi hak istimewa yang menentukan masa depan generasi. Sebagaimana diungkapkan seorang pakar parenting, “Lima menit kebersamaan di pagi hari bisa mengubah trajectory hidup seorang anak.”

