Candi Dermo Menyala, Menguak Benang Merah Pusat Kerajaan Majapahit Ada di Sidoarjo yang Tak Padam

Candi Dermo Sidoarjo
Candi Dermo di Sidoarjo dipercaya sebagai titik nol Majapahit. Situs ini menguak kisah hilangnya pusat kerajaan yang menyala di hati warga. Foto: Istimewq
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Sidoarjo, Ruang.co.id – Di tengah sawah sunyi Dusun Dermo/ Dusun Santren, Desa Candinegoro, Desa Candinegoro, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo, bata merah tua peninggalan ā€œCandi Dermoā€ masih tegar.

Bangunan kuno itu bukan hanya sisa sejarah, ia adalah denyut nadi masa lalu yang menolak padam.

Candi Dermo, diperkirakan dibangun pada akhir masa Kerajaan Majapahit, sekitar abad ke-13 hingga ke-15 Masehi.

Hal ini didasarkan pada gaya arsitektur dan bahan penyusunnya, yang serupa alias sama dengan bangunan-bangunan era Majapahit, menggunakan bata merah besar dengan teknik susun rapi tanpa semen.

Hal itu termaktub dalam buku budayawan Suhartono, Agus (2018), Arkeologi Sidoarjo, Dari Candi ke Delta, Lembaga Budaya Jawa Timur, memuat tentang sejarah Candi Dermo.

Secara budaya, Candi Dermo termasuk dalam jejak arsitektur Majapahit di Sidoarjo, yang menunjukkan peralihan dari era Hindu-Buddha menuju pengaruh Islam.

Hal ini bisa dilihat dari struktur bata yang sederhana, menandakan masa-masa surutnya pembangunan candi megah.

Nama ā€œDermoā€ sendiri dipercaya berasal dari kata ā€œDermaā€ atau ā€œDharmaā€, yang berarti kebajikan, amal, atau pengabdian.

Dalam tradisi lisan masyarakat sekitar, Candi Dermo dianggap sebagai tempat semedi seorang pertapa Majapahit yang disebut Mpu Dermo, seorang tokoh sakti yang meninggalkan kemegahan istana untuk mencari ketenangan batin.

Menurut cerita rakyat, Mpu Dermo melakukan pertapaan panjang di tempat ini dan mencapai moksa (lepas dari siklus kelahiran dan kematian).

Oleh karena itu, lokasi ini kemudian disucikan dan dibangunlah sebuah candi sebagai tanda penghormatan atas kebijaksanaannya.

Sebagian masyarakat juga meyakini bahwa Candi Dermo menjadi penanda spiritual terakhir Majapahit di wilayah delta Brantas, simbol akhir kejayaan dan awal perubahan zaman menuju kerajaan Islam di pesisir utara Jawa.

Baca Juga  Fosil Archaeopteryx, Penghubung Dinosaurus dan Burung

Dalam kisah sejarah pula, Candi Dermo juga dikatakan sebagai bangunan candi penanda gerbang/ pintu masuk pusat keraton kerajaan Majapahit.

Data dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud (2023) menunjukkan, struktur Candi Dermo dibangun pada abad ke-14 Masehi dengan teknik bata merah khas Majapahit.

Di sekelilingnya ditemukan fragmen arca, yoni, dan saluran air suci, bukti kuat fungsi ritual spiritual pada masa itu.

Warga sekitar menyebut tempat ini sebagai ā€œtanah tapabrataā€, tempat pertapa Majapahit bernama Mpu Dermo mencapai moksa.

Kini, generasi muda Dermo mulai menghidupkan kembali warisan ini. Mereka membersihkan area situs setiap bulan dan menyiapkan festival budaya Majapahit tahun depan.

Candi Dermo bukan hanya tumpukan bata merah. Candi ini sebagai nyala abadi peradaban, pengingat bahwa sejarah tak pernah hilang, hanya menunggu generasi berani untuk menghidupkannya kembali.

Penelitian etno-astronomi dan analisis arah/ azimuth pada Candi Dermo menunjukkan, ada orientasi terukur pada struktur candi yang berkaitan dengan arah mata angin (kajian azimuth/ arahan kompas di lokasi). Ini memberi dasar bahwa arsitek kuno. Mungkin memperhitungkan arah mata angin saat membangun.

Beberapa artikel dan tugas ilmiah lokal mendapati konsep geometri dan pola bangunan, yang merefleksikan pemikiran ruang beraturan (susunan teras, fragmen di empat sisi), yang bisa diinterpretasikan sebagai penanda orientasi ke empat penjuru.

Ada variasi lain dalam penamaan lokasi di Desa Candinegoro, Dusun Santren / Dusun Dermo, dan data koordinat yang dipakai, konsistensi lokasi/koordinat menguatkan kekuatan klaim ā€œTitik Nolā€ dengan pemetaan terintegrasi.

Dalam acara ā€œBincang Sejarahā€ di Rumah Budaya Malik Ibrahim, Kelurahan Pucanganom, Kota Sidoarjo, Satriagama Rakantaseta, peneliti muda asal Sidoarjo telah membenarkan, di tengah – tengah titik pusat bangunan Candi Dermo, merupakan ā€œTitik Nolā€ dari empat arah kutub, bukan di Yogyakarta.

Baca Juga  Mengenal Spesies Pertama Manusia, Homo Habilis, Awal Mula Penggunaan Alat

ā€œPada bangunan fisik candi, terdapat empat pintu saling bersilang, dan keempat pintu itu mengarah pada arah mata angin kutub Utara, Selatan, Barat dan Timur, ujar Seta, sapaan akrabnya.

Hal ini terdapat indikasi kuat—dari kajian azimuth, studi geometri, dan narasi lokal—bahwa Candi Dermo memiliki relasi yang signifikan dengan arah mata angin dan fungsi ruang ritual.

Seta menyatakan secara tegas bahwa, ā€œTitik Nol dari Empat Penjuruā€ meyakini klaim tersebut, secara tetap hipotesis penelitiannya, dengan menggunakan metode pendekatan studi Geologis dan Geografis.

Bahkan, dalam keyakinannya pula, dari Candi Dermo merupakan sebuah benang merah yang menguak sejarah penting, bahwa pusat Keraton Kerajaan Majapahit berada di kawasan Krian, Sidoarjo, bukan di Trowulan, Mojokerto.

ā€œDari studi penelitian saya dengan pendekatan geografis dan geologis, memang di kawasan Krian, ada sumber yang kuat pula, di Kec. Balongbendo, Tarik dan sekitarnya, Merupakan bagian dalam pusat peradaban Kerajaan Majapahit. Meski saat ini masih belum ditemukan satu situs-pun sebagai artefak ilmu arkeologi sebagai peninggalan warisan kerajaan Majapahit,ā€ ungkap Seta.

Ia menerangkan, ā€œTapi saya sangat meyakini ada chapter kisah sejarah yang lost (hilang/ lepas) sepertinya terkesan disengaja, tentang penanda lokasi pusat Kerajaan Majapahit. Nanti saya akan melaunching buku saya dan kita bedah bersama, Pusat Keraton Modjopait The Lost Majapahit Important Chapterā€.

Dalam keyakinan penelitian Seta, yang juga mengaku hasil penelitiannya itu di dukung oleh Dinas Kepurbakalaan Prov. Jatim dan Sidoarjo, bahwa dari terkuaknya Candi Dermo yang membuktikan tentang peradaban Kerajaan Majapahit masa lampau benar – benar ada di Sidoarjo.